Terpopuler Hari Ini

Thursday 14 March 2013

10 Universitas Terbaik di Indonesia

1.    ITB

Institut Teknologi Bandung (ITB), didirikan pada tanggal 2 Maret 1959. Kampus utama ITB saat ini merupakan lokasi dari sekolah tinggi teknik pertama di Indonesia. Walaupun masing-masing institusi pendidikan tinggi yang mengawali ITB memiliki karakteristik dan misi masing-masing, semuanya memberikan pengaruh dalam perkembangan yang menuju pada pendirian ITB.
Sejarah ITB bermula seja awal abad kedua puluh, atas prakarsa masyarakat penguasa waktu itu. Gagasan mula pendirianya terutama dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknik yang menjadi sulit karena terganggunya hubungan antara negeri Belanda dan wilayah jajahannya di kawasan Nusantara, sebagai akibat pecahnya Perang Dunia Pertama. De Techniche Hoogeschool te Bandung berdiri tanggal 3 Juli 1920 dengan satu fakultas de Faculteit van Technische Wetenschap yang hanya mempunyai satu jurusan de afdeeling der Weg en Waterbouw.
Didorong oleh gagasan dan keyakinan yang dilandasi semangat perjuangan Proklamasi Kemerdekaan serta wawasan ke masa depan, Pemerintah Indonesia meresmikan berdirinya Institut Teknologi Bandung pada tanggal 2 Maret 1959 . Berbeda dengan harkat pendirian lima perguruan tinggi teknik sebelumnya di kampus yang sama, Institut Teknologi Bandung lahir dalam suasana penuh dinamika mengemban misi pengabdian ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpijak pada kehidupan nyata di bumi sendiri bagi kehidupan dan pembangunan bangsa yang maju dan bermartabat.
Kurun dasawarsa pertama tahun 1960-an ITB mulai membina dan melengkapi dirinya dengan kepranataan yang harus diadakan. Dalam periode ini dilakukan persiapan pengisian-pengisian organisasi bidang pendidikan dan pengajaran, serta melengkapkan jumlah dan meningkatkan kemampuan tenaga pengajar dengan penugasan belajar ke luar negeri.
Kurun dasawarsa kedua tahun 1970-an ITB diwarnai oleh masa sulit yang timbul menjelang periode pertama. Satuan akademis yang telah dibentuk berubah menjadi satuan kerja yang juga berfungsi sebagai satuan sosial-ekonomi yang secara terbatas menjadi institusi semi-otonomi. Tingkat keakademian makin meningkat, tetapi penugasan belajar ke luar negeri makin berkurang. Sarana internal dan kepranataan semakin dimanfaatkan.
Kurun dasawarsa ketiga tahun 1980-an   ditandai dengan kepranataan dan proses belajar mengajar yang mulai memasuki era modern dengan sarana fisik kampus yang makin dilengkapi. Jumlah lulusan sarjana makin meningkat dan program pasca sarjana mulai dibuka. Keadaan ini didukung oleh makin membaiknya kondisi sosio-politik dan ekonomi negara.
Kurun dasawarsa keempat tahun 1990-an perguruan tinggi teknik yang semula hanya mempunyai satu jurusan pendidikan itu, kini memiliki dua puluh enam Departemen Program Sarjana, termasuk Departemen Sosioteknologi, tiga puluh empat Program Studi S2/Magister dan tiga Bidang Studi S3/Doktor yang mencakup unsur-unsur ilmu pengetahuan, teknologi, seni, bisnis dan ilmu-ilmu kemanusiaan.
Dasawarsa ini akan menghantarkan ITB ke fajar abad baru yang ditandai dengan munculnya berbagai gagasan serta pemikiran terbaik untuk pengembangannya. Beberapa diantaranya antara lain: Bahwa cepatnya pelipatgandaan informasi di abad baru akan menuntut pelaksanaan pendidikan yang berpercepatan, tepat waktu, terpadu, berkelanjutan, dan merupakan upaya investasi terbaik. Dalam upaya ini ITB ingin menegakkan Program Sarjana di atas pondasi penguasaan ilmu-ilmu dasar yang kokoh sehingga lulusannya senantiasa mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang datang dengan cepat. Program Pasca Sarjana menjadi ujung tombak peningkatan kualitas dan kuantitas, efisiensi dan efektivitas, serta relevansinya terhadap kebutuhan, sehingga kontribusi ITB bagi pembangunan nasional akan menjadi lebih besar dan tinggi nilainya.
Bahwa penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dilakukan secara utuh dan terpadu, dalam suatu kiprah sebagai Research and Development University. Pengembangan keilmuan dan teknologi di ITB didasarkan pada kebutuhan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan bangsa. Dengan demikian ITB akan mengembangkan dirinya dalam riset dan manufaktur, teknologi komunikasi dan informasi, transportasi darat-laut dan dirgantara, lingkungan, serta bio-teknologi dan biosains.
Bahwa misi pengabdian kepada masyarakat diharapkan dapat membangun wawasan bisnis untuk kemandirian yang merupakan modal awal untuk menegakkan otonomi perguruan tinggi. Wawasan bisnis untuk kemandirian tersebut diarahkan guna meraih prestasi pelaksanaan kewajiban dan tugas pendidikan dan penelitian setinggi-tingginya.
Bahwa pengembangan ITB diharapkan berpijak pada kekuatan institusi berupa penggunaan informasi sebaik-baiknya, terpeliharanya Staf Pengajar yang kompeten yang tinggi mutu kemampuan dan pengabdiannya, sistem pendidikan yang terintegrasi, dan kerjasama yang terjalin erat dengan pemerintah, industri dan lembaga penelitian dan pendidikan di dalam dan luar negeri. Sehingga pengembangan yang direncanakan dapat dipantau secara berkelanjutan dan terukur menurut pelaksanaan tridharma perguruan tinggi, pengembangan sumber daya manusia, sarana fisik, kepranataan norma dan tata kerja, serta ekonomi, sosial budaya dan keamanan.
Bahwa keinginan untuk mengembangkan ITB terungkap dengan semangat dan sikap ITB yang mengakui adanya kebenaran keilmuan, kebenaran keilmuan yang dapat didekati melalui observasi disertai analisis yang rasional. Bahwasanya mengejar dan mencari kebenaran ilmiah tersebut adalah hak setiap insan di bumi, dan ilmu pengetahuan serta teknologi agar dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mensejahterakan umat manusia, dan masyarakat bangsa Indonesia pada khususnya.
Kurun dasawarsa kelima tahun 2000-an Institut Teknologi Bandung yang status hukumnya sebagai instansi pemerintah dalam bentuk jawatan negeri pada tanggal 26 Desember 2000, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 155 tahun 2000 telah menetapkan Institut Teknologi Bandung sebagai suatu Badan Hukum Milik Negara.
Perguruan Tinggi Negeri dengan status Badan Hukum adalah sesuatu tanpa preseden dalam sejarah Pendidikan Tinggi di Indonesia. Hal ini diawali dengan terbitnya PP No. 61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Bahan Hukum yang kemudian disusul diterbitnya PP No. 155 tahun 2000 tentang Penetapan Institut Teknologi Bandung menjadi Bahan Hukum Milik Negara. Maka dengan terbitnya PP 155 tersebut, sejak tanggal 26 Desember 2000 yang lalu ITB resmi menjadi Badan Hukum sebagaimana layaknya badan hukum lainnya yang dibenarkan melaksanakan segala perbuatan hukum yang tidak melanggar hukum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan pertama yang ditinjau dalam PP No. 61 secara singkat adalah adanya globalisasi yang menimbulkan persaingan yang tajam. Maka untuk meningkatkan daya saing nasional dibutuhkan PT yang dapat membangun masyarakat madani yang demokratis dan mampu bersaing secara global. Untuk itu PT, termasuk ITB, harus memperoleh kemandirian, otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar. Penekannya ada pada adanya proses globalisasi.

2.    UGM

Universitas Gadjah Mada resmi didirikan pada tanggal 19 Desember 1949 dan merupakan Universitas yang bersifat nasional. Selain itu Universitas Gadjah Mada juga berperan sebagai pengemban Pancasila dan Universitas pembina di Indonesia.
Pada saat didirikan, Universitas Gadjah Mada hanya memiliki enam fakultas, sekarang memiliki 18 Fakultas dan satu program Pascasarjana (S-2 dan S-3). Universitas Gadjah Mada termasuk universitas yang tertua di Indonesia, berlokasi di Kampus Bulaksumur Yogyakarta. Sebagian besar fakultas dalam lingkungan Universitas Gadjah Mada terdiri atas beberapa jurusan/bagian dan atau program studi. Kegiatan Universitas Gadjah Mada dituangkan dalam bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri atas Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Gedung SMT Kotabaru, 24 Januari 1946, kelihatan dipenuhi pengunjung. Mereka adalah orang-orang yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap peningkatan martabat manusia Indonesia. Di antara mereka teriihat Mr. Boediarto, Ir. Marsito, Prof. Dr. Prijono, Mr. Soenarjo, Dr. Soleiman, Dr. Buntaran, Dr. Soeharto. Mereka bermaksud mendirikan Balai Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta.
Dalam pertemuan itu, Mr. Soenarjo, menegaskan bahwa di Jakarta, NICA sudah mendirikan Universitas. Bangsa Indonesia tidak boleh gagal mendirikan universitas. "Lebih- lebih sekarang, pada waktu pembangunan, waktu kita butuhkan bermacam-macam ilmu pengetahuan", tambah Mr. Soenarjo.
Pertemuan di atas diikuti oleh beberapa pertemuan berikutnya, salah satunya adalah pertemuan di Gedung KNI Malioboro, tanggal 3 Maret 1946. Dalam pertemuan ini, diumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang terdiri atas Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan.
Dengan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, maka pada tahun 1 946 terdapat dua perguruan tinggi di Yogyakarta. Yang satu lagi adalah Sekolah Tinggi Teknik, yang berdiri tanggal 17 Februari 1946. Sekolah Tinggi Teknik ini merupakan usaha penghidupan kembali Sekolah Tinggi Teknik Bandung, yang terpaksa ditutup karena suasana perang antara Indonesia dan tentara sekutu di antara pemimpinnya, tersebutlah nama Prof. Jr. Rooseno dan Prof. Ir. Wreksodhiningrat.itulah sebabnya mahasiswa Fakultas Teknik Bandung dapat melanjutkan pendidikannya dan menempuh ujian insinyur di Sekolah Tinggi Teknik Yogyakarta.
Setelah penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19 Desember 1948, kedua perguruan tinggi di atas terpaksa ditutup. Para dosen dan mahasiswanya memilih berjuang menentang Belanda ketimbang melanjutkan proses belajar-mengajar. Tetapi. peralatan kuliah tetap dipelihara dengan baik oleh para mahasiswa.
Klaten sekarang tentu saja berbeda dengan Klaten di tahun 1946. Perbedaan yang menyolok adalah soal pendidikan tinggi. Kini Klaten tidak memiliki perguruan tinggi. Tetapi, Klaten tahun 1946 adalah kota pendidikan. disini berdiri, antara lain Perguruan Tinggi Kedokteran (berdiri 5 Maret 1946), Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan (berdiri 20 September 1 946), Sekolah Tinggi Farmasi (berdiri 27 September 1946), dan Pergurutan Tinggi Pertanian (berdiri 27 September 1946).
Mengapa Klaten dipilih sebagai tempat pendirian beberapa perguruan tinggi? Jawabnya. karena Klaten terletak di pedalaman. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya tidak mungkin lagi menyelenggarakan pendidikan tinggi. Sebab, ketiga kota tersebut sering kali dibom oleh tentara sekutu. Para pejuang Indonesia di ketiga kota tersebut tidak tinggal diam. Mereka juga balas menyerang sekutu. Akibatnya, ketiga kota ini menjadi ajang pertempuran.
Alasan lain adalah, adanya laboratorium pendukung dan lnstitut Pasteur. Laboratorium disediakan oleh Rumah Sakit Tegalyoso. Sedangkan Institut Pasteur di Bandung, setelah diambil alih oleh bangsa Indonesia dari tangan Jepang, 1 September 1945, dipindahkan ke Klaten (Salah seorang yang ikut memindahkan institut ini adalah Prof. Dr. M, Sardjito).
Kehidupan perguruan tinggi di Klaten makin marak dengan berdirinya Fak. Kedokteran Gigi awal tahun 1948. Hal ini berlangsung sampai 19 Desember 1948, saat Belanda menyerbu ke dalam daerah Republik Indonesia.
Tujuh bulan sebelum penyerbuan Belanda ke dalam Republik Indonesia, tepatnya awal Mei 1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan sesungguhnya sudah mendirikan Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta. Akademi ini berdiri atas usul Kementerian Dalam Negeri, yaitu untuk mendidik calon-calon pegawai Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri dan Dep. Penerangan.
Pada saat berdiri, Akademi Ilmu Politik ini dipimpin oleh Prof. Djokosoetono, S.H. Beberapa pegawai Dep. Dalam Negeri yang belajar di sini, antara lain: Djumadi lsworo, Soempono Djojowadono, Irnan Soetikno, Bambang Soegeng Wardi dan Dradjat. Sayang, umur akademi ini tidak lama. Setelah pemberontakan PKI Madiun meletus, September 1948, akademi ini ditinggalkan para mahasiswanya. Mereka ikut menumpas pemberontakan dan membangun kembali kerusakan-kerusakan yang terjadi. Maka akademi ini pun terpaksa ditutup.
Kalau di atas di ceritakan bahwa perguruan-perguruan tinggi yang terpaksa ditutup di Klaten dan Yogyakarta adalah perguruan tinggi yang sudah beroperasi, di Solo ada perguruan tinggi yang sudah dibuka terpaksa batal diresmikan. Yakni: Balai Pendidikan Ahli Hukum. Perguruan tinggi ini berdiri 1 November 1948, sebagai hasil kerja sama Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dengan Kementerian Kehakiman.
Bersamaan dengan itu, Panitia Pendirian Perguruan Tinggi Swasta di Solo, yang dipimpin oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H. dan Hardjono, S.H., juga merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum Negeri.
Bersamaan dengan itu, Panitia Pendirian Perguruan Tinggi Swasta di Solo, yang dipimpin oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H. dan Hardjono, S.H., juga merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum Negeri. Panitia ini menyarankan agar Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan saja dengan Sekolah Tinggi Hukum Negeri. Paling tidak untuk melakukan efisiensi. Usul ini, rupanya, diterima pemerintah. Buktinva, Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1948 menyebutkan bahwa Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan ke dalam Sekolah Tinggi Hukum Negeri.
Menurut Prof. Dr. M. Sardjito, Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo ini akan diresmikan tanggal 28 Desember 1948. Tetapi, sembilan hari sebelum peresmian, Belanda sudah menyerbu ke wilayah Republik Indonesia. Apa boleh buat, perjuangan menentang Belanda menjadi prioritas. Akibatnya, sekolah tinggi ini layu sebelum menguntum dan terpaksa bubar sebelum diresmikan.
Tidak banyak yang ingat kapan persisnya timbul ide untuk menggabungkan beberapa perguruan tinggi perjuangan (Sebutan ini, diberikan oleh Prof. Ir. Herman Johannes) tersebut di atas menjadi sebuah perguruan tinggi. Tetapi, menurut Prof. Dr. M. Sardjito, tanggal 20 Mei 1949, ada rapat Panitia Perguruan Tinggi, di Pendopo Kepatihan Yogyakarta. Rapat ini dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo, dengan anggota rapat antara lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono, Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah: beberapa anggota rapat menyanggupi pendirian perguruan kembali di wilayah republik, yaitu Yogyakarta. Mereka yang bersedia adalah Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono dan Prof. Dr. M. Sardjito.
Kesulitan utama yang ditemui para Guru Besar tersest di atas dalam mendirikan kembali perguruan tinggi di Yogya adalah tidak adanya ruangan untuk kuliah. Untunglah Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan kraton dan beberapa gedung di sekitar kraton untuk ruangan kuliah. Masalah utama pun terpecahkan. Setelah itu persiapan lain pun dimatangkan.
Usaha keras para Guru Besar tersebut akhirnya membuahkan hasil. Tanggal 1 November 1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten, Yogyakarta, berdiri kembali Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian., dan Fakultas Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri oleh Bung Karno. Pada pembukaan ini, menurut Prof. Dr. M. Sardjito, diadakan sebuah renungan bagi para dosen dan mahasiswa yang telah gugur dalam peperangan melawan Belanda, yaitu: Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono, Hardjito dan Wurjanto.
Keesokan harinya, 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang diresmikan. Kota Yogyakarta pun kembali marak dengan mahasiswa.
Keesokan harinya, 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang diresmikan.
Sebulan kemudian, tepatnya 3 Desember 1949, dibuka pula Fakultas Hukum di Yogyakarta. Fakultas ini merupakan pindahan Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo. Orang yang berjasa dalam pemindahan ini adalah Prof. Drs. Notonagoro, S.H.
Tidak mudah mencari informasi mengapa pada tanggal 2 November 1949 tidak langsung didirikan sebuah universitas yang bisa menaungi 3 fakultas yang berdiri pada saat itu. Di samping orang-orang yang terlibat dengan pendiriannya sudah meninggal dunia, dokumentasi yang dimiliki Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak pernah menyinggung hal tersebut. Adalah wajar kalau kemudian perlu disarankan kepada UGM untuk mencari alasan tersebut. Paling tidak untuk menyempurnakan riwayat pendirian Universitas Gadjah Mada.
Tetapi, beroperasinya kembali 8 fakultas tersebut di atas sejak 1 November 1949, mendorong lahirnya UGM, 19 Desember 1949. Tanggal ini dipilih, seperti disebut Bung Karno. adalah untuk memperlihatkan kepada dunia luar bahwa Bangsa Indonesia sanggup bangkit, meskipun sudah diserang habis-habisan oleh Belanda, 19 Desember 1948, dengan kata lain tanggal 19 Desember 1949 dipilih untuk menghilangkan noda 19 Desember 1948.
Pada saat berdirinya, menurut Peraturan Pcmerintah No. 23 Tahun 1949, UGM memiliki enam fakultas, yaitu: (1) Fakultas Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti) ; (2) Fakultas Kedokteran di dalamnya termasuk bagian Farmasi, bagian Kedokteran Gigi dan Akademi Pendidikan Guru bagian Kimia dan limu Hayat; (3) Fakultas Pertanian di dalamya ada Akademi Pertanian dan Kehutanan; (4) Fakultas Kedokteran Hewan; (5) Fakultas Hukum di dalamnya ada Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Tatanegara, Ekonomi dan Sosiologi; dan (6) Fakultas Sastra dan Filsafat di dalamnya ada Akademi Pendidikan Guru bagian Sastra.
Pada saat peresmian berdirinya UGM, Prof. Dr. M. Sardi . ito ditetapkan sebagai Presiden UGM. Pada saat yang sama juga ditetapkan Senat UGM dan Dewan Kurator UGM. Mengenai yang terakhir ini, kepengurusannya terdiri dari ketua (Ketua Kehormatan adalah Sultan Hamengku Buwono IX, sedangkan Ketua adalah Sri Paku Alam VIII, wakil ketua dan anggota. Ini menimbulkan pendapat bahwa ketika UGM lahir, ia memang telah siap untuk meneruskan perjuangan, yaitu meningkatkan martabat manusia Indonesia.
Dari rentetan riwayat perjuangan mendirikan UGM di atas, tidak berlebihan rasanya bila disimpulkan bahwa pendirian UGM adalah usaha untuk meneruskan perjuangan. Ini perlu menjadi pegangan bagi seluruh sivitas akademika UGM.
Mengapa UGM mendapat julukan universitas ndeso, banyak sudah orang yang tahu. Tetapi, apa cita-cita UGM, banyak orang yang belum kenal, termasuk sebagian besar mahasiswa UGM. Tidak heran kalau beberapa dosen UGM berpendapat bahwa cita-cita UGM perlu dipublikasikan secara luas.
Ada sumber yang sah dan pasti untuk melihat cita-cita UGM, yaitu Statuta UGM. Statuta UGM ini diakui dan dihormati oleh pemerintah. Buktinya, ia dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1950. Salah satu pasalnya, yaitu Pasal 3 menyebutkan, cita-cita UGM adalah untuk: (1) Membentuk manusia susila yang cakap dan mempunjai keinsjafan bertanggungjawab tentang kesejahteraan masjarakat Indonesia khususnja dan dunia umumnya untuk berdiri pribadi dalam mengusahakan ilmu pengetahuan dan memangku djabatan Negeri atau pekerdjaan masyarakat yang membutuhkan didikan dan pengajaran berilmu pengetahuan; (2) Mengusahakan dan memajukan ilmu pengetahuan; dan (3) menjelenggarakan usaha membangun, memelihara dan mengembangkan hidup karena kemasyarakatan dan kebudayaan.
Cita-cita ini, menurut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0440/0/1992, 18 November 1992, diformulasikan menjadi: (1) Membentuk manusia susila yang cakap, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mempunyai keinsafan bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya, untuk berdiri pribadi dalam mengusahakan ilmu pengetahuan maupun dalam memangku jabatan negeri atau pekerjaan masyarakat yang membutuhkan pendidikan dan pengajaran berilmu pengetahuan; (2) Mengembangkan dan memadukan ilmu pengetahuan; dan (3) Menyelenggarakan pembangunan, memelihara dan mengembangkan hidup kemasyarakatan serta kebudayaan.
Lalu, apa cita-cita mempelajari ilmu pengetahuan di UGM? Menurut Senat UGM, cita-cita dari mempelajari ilmu pengetahuan di UGM adalah: (1) Menginginkan mencapai kenyataan dalam obyektivanya dari kebenaran bagi pengetahuan yang dapat diperoleh manusia tentang kenyataaan itu; (2) Menginginkan terlaksananya dan terpeliharanya atribut mutlak dari pada Universitas, ialah kebebasan akademis bagi seluruh universitas dan kebebasan mimbar bagi setiap dosen; dan (3) Menginginkan penyelidikan ilmu pengetahuan, usaha ilmu pengetahuan dan hasil ilmiah yang beradab dan teleologism guna keadaban, kemanfaatan dan kebahagiaan kemanusiaan.
Semua cita-cita tersebut di atas dirasakan belum cukup oleh Senat UGM. Karena itu Senat UGM menetapkan lagi cita-cita khusus untuk mahasiswa, yaitu untuk membentuk: (1) orang yang berjiwa bangsa Indonesia; (2) orang yang berbudaya Indonesia; (3) orang yang mempunyai dasar dan kenyataan hidup yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab dan demokratis; (4) orang yang mempunyai kecakapan dan kesiapan untuk menunaikan pertanggungan-jawabnya terhadap pembangunan, pemeliharaan dan perkembangan kebudayaan dan hidup kemasyarakatan, agar tercapai kebahagiaan dan kesejahteraan bangsa dan negara khususnya dan dunia pada umumnya.
Selain cita-cita khusus untuk mahasiswa, Senat UGM juga merumuskan cita-cita untuk Rektor,UGM, para dosen dan asisten dosen UGM, para mahasiswa UGM serta para alumni UGM. Cita-cita tersebut adalah:
1.    setia kepada kemanusiaan,
2.    setia kepada kenyataan,
3.    setia kepada ilmu pengetahuan,
4.    setia kepada bangsa dan masyarakat, dan
5.    setia kepada Negara Republik Indonesia
Melihat begitu mulianya cita-cita UGM, tentu timbul pertanyaan, apasih vang mendasari lahirnya cita-cita tersebut'? Jawabnya, ada di Statuta UGM, baik yang lama maupun yang baru. 1)alam Statuta yang baru, yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1 8 November 1992, tersirat bahwa yang mendasari cita-cita tersebut adalah bawaan Pancasila dan Kebudayaan Indonesia. Keduanya diwujudkan dalam Dasar Kerokhanian, Dasar Nasional, Dasar Demokrasi, Dasar Kemasyarakatan dan Dasar Kekeluargaan, Dasar kerokhanian, yang mencakup Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dan Dasar Kemanusiaan dijelmakan dalam bentuk-bentuk antara lain:
1.    Memberikan pelajaran yang bersifal dasar dan pengetahuan umum untuk memberi dasar dan keinsafan akan pendirian hidup yang luas dan kepada mahasiswa, dan
2.    Menentukan syarat utama untuk menjadi dosen berupa tanggungjawab moral
Dasar Nasional dijelmakan dalam bentuk antara lain :
1.    Memperoleh pengertian iImiah dari Pancasila dan Kebudayaan Indonesia, melakukan upaya penerapannya secara tepat dan baik, bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rakyat, masyarakat dan negara; dan
2.    Memperoleh hasil ilmiah dan melakukan usaha penggunaannya, yang termasuk dalam tugas Universitas untuk perkembangan kebangsaan dan perkembangan rakyat.
Dasar Demokrasi dijelmakan dalam bentuk antara lain :
1.    Penerimaan mahasiswa yang bebas dan leluasa, dengan mengingat batas yang layak bagi penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang baik; dan
2.    Susunan alat-alat perlengkapan universitas atas dasar pembagian fungsi
Dasar Kemasyarakatan dijelmakan dalam bentuk-bentuk antara lain:
1.    Tugas sosial dengan ikut serta menyelenggarakan usaha membangun, memelihara, dan mengembangkan hidup kemasyarakatan dan kebudayaan, sebagai penunjuk jalan, penggalang, pengasuh dan hati nurani masyarakat; dan
2.    Mempunyai dan menyelenggarakan sistem dan susunan pelajaran yang ditujukan untuk mendidik tenaga ahli yang memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara.
Dasar Kekeluargaan dijelmakan dalam bentuk-bentuk antara lain:
1.    Kekeluargaan yang hakekatnya mengandung kepentingan bersama, kerja sama, dan bentu membantu yang sesuai dengan minat, kecakapan dan kedudukan, yang kesemuanya itu mengandung sikap harga-menghargai, kebebasan, dan kehendak serta itikad baik antara yang satu dengan lainnya; dan
2.    Pembentukan badan-badan kekeluargaan di Universitas bagi warga Universitas, guna memelihara kepentingan dan tata-tertib dalam keluarga Universitas.
Mungkin sekarang kekuatan cita-cita UGM tersebut di atas belum besar di kalangan sivitas akademika UGM. Tetapi, kekuatan itu akan terus berkembang dan meningkat (Sumber: Bukti Kenangan Seperempat Abad Universitas Gadjah Mada dan Statuta Universitas Gadjah Mada).

3.    UI

Universitas Indonesia adalah kampus modern, komprehensif, terbuka, multi budaya, dan humanis yang mencakup disiplin ilmu yang luas. UI saat ini secara simultan selalu berusaha menjadi salah satu universitas riset atau institusi akademik terkemuka di dunia. Sebagai universitas riset, upaya-upaya pencapaian tertinggi dalam hal penemuan, pengembangan dan difusi pengetahuan secara regional dan global selalu dilakukan. Sementara itu, UI juga memperdalam komitmen dalam upayanya di bidang pengembangan akademik dan aktifitas penelitian melalui sejumlah disiplin ilmu yang ada dilingkupnya.
UI berdiri pada tahun 1849 dan merupakan representasi institusi pendidikan dengan sejarah paling tua di Asia. Telah menghasilkan lebih dari 400.000 alumni, UI secara kontinyu melanjutkan peran pentingnya di level nasional dan dunia. Bagaimanapun UI tidak bisa melepaskan diri dari misi terkininya menjadi institusi pendidikan berkualitas tinggi, riset standar dunia dan menjaga standar gengsi di sejumlah jurnal internasional nomor satu.
Dengan predikat sebagai kampus terbaik negeri ini, UI secara aktif mengembangkan kerja sama global dengan banyak perguruan tinggi ternama dunia. Beberapa universitas terkemuka yang saat ini tercatat memiliki perjanjian dengan UI diantaranya adalah: Washington University, Tokyo University, Melbourne University, Sydney University, Leiden University, Erasmus University, Kyoto University, Peking University, Tsinghua University, Australian National University, and National University of Singapore. Selain itu, UI saat ini juga memperkuat kerjasamanya dengan beberapa asosiasi pendidikan dan riset diantaranya: APRU (Association of Pacific Rim Universities) dengan peran sebagai Board of Director,AUN (ASEAN University Network), and ASAIHL (Association of South East Asia Institution of Higher Learning).
Secara geografis, posisi kampus UI berada di dua area berjauhan, kampus Salemba dan kampus Depok. Mayoritas fakultas berada di Depok dengan luas lahan mencapai 320 hektar dengan atmosfergreen campus karena hanya 25% lahan digunakan sebagai sarana akademik, riset dan kemahasiswaan. 75% wilayah UI bisa dikatakan adalah area hijau berwujud hutan kota dimana di dalamnya terdapat 8 danau alam. Sebuah area yang menjanjikan nuansa akademik bertradisi yang tenang dan asri.
Zaman Pendudukan Belanda (1849-1946) : Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1849 membangun sebuah universitas yang kemudian diberi nama  Dokter-Djawa School (School of Medicine for Javanese) pada Januari 1851, sekolah tinggi ini mengkhususkan diri pada ilmu kedokteran.
Setelah sempat mengalami perubahan nama di akhir abad 19, tepatnya di tahun 1898, nama Dokter-Djawa School berubah menjadi School tot Opleiding van Indische Artsen (School of Medicine for Indigenous Doctors) atau STOVIA. Selama 75 tahun STOVIA berfungsi sebagai tempat pendidikan terbaik untuk calon dokter di Indonesia sebelum ditutup pada 1927.
Namun demikian, sebuah Sekolah Kedokteran kemudian dibangun bersama dengan empat sekolah tinggi lain di beberapa kota di Jawa. Sekolah tinggi tersebut adalah Technische Hoogeschool te Bandoeng(Fakultas Teknik) yang berdiri di Bandung pada 1920, Recht Hoogeschool (Fakultas Hukum) di Batavia pada 1924, Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte (Fakultas Sastra dan Kemanusiaan) di Batavia pada 1940, dan setahun kemudian dibangunlah Faculteit van Landbouwweteschap (Fakultas Pertanian) di Bogor.
Lima sekolah tinggi tersebut merupakan pilar dalam menciptakan the Nood-universiteit (Universitas Darurat), yang dibangun pada tahun 1946.
Zaman Kemerdekaan (1947-1960an) : Nood-universiteit berganti nama menjadi Universiteit van Indonesië pada tahun 1947 dan berpusat di Jakarta. Beberapa professor nasionalis, salah satunya adalah Prof. Mr. Djokosoetono, melanjutkan fungsinya sebagai pengajar untuk Universiteit van Indonesië di Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibukota negara.
Ibukota Indonesia kemudian kembali ke Jakarta pada 1949 setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Universiteit van Indonesië Yogjakarta juga kembali pindah ke Jakarta.
Universiteit van Indonesië kemudian disatukan menjadi “Universiteit Indonesia” pada 1950.  Universitas ini mempunyai Fakultas Kedokteran, Hukum, Sastra dan Filsafat di Jakarta, Fakultas Teknik terletak di Bandung, Fakultas Pertanian di Bogor, Fakultas Kedokteran Gigi di Surabaya, serta Fakultas Ekonomi ada di Makasar.
Fakultas-fakultas yang berada di luar Jakarta kemudian berkembang menjadi universitas-universitas terpisah di antara tahun 1954-1963. Universitas Indonesia di Jakarta mempunyai kampus di Salemba dan terdiri dari beberapa Fakultas seperti: Kedokteran, Kedokteran Gigi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Sastra, Hukum, Ekonomi, dan Tehnik.
Pada perkembangan selanjutnya berdirilah Fakultas Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kesehatan Masyarakat, llmu Komputer dan kemudian Fakultas Keperawatan.
Zaman Modern (1970an-sekarang) : Sebelum kampus Universitas Indonesia di Depok dibangun pada 1987, Universitas Indonesia memiliki tiga lokasi kampus yaitu di Salemba, Pegangsaan Timur dan Rawamangun. Setelah kampus baru  didirikan di lahan seluas 320 hektare di Depok, kampus Rawamangun dipindah sementara kampus Salemba masih dipertahankan untuk Fakultas Kedoktera, Kedokteran Gigi dan Program Pascasarjana.
Tidak lama setelah tahun 2000, Universitas Indonesia menjadi satu dari beberapa universitas yang mempunyai status  Bdan Hukum Milik Negara di Indonesia. Perubahan status ini membawa perubahan yang signifikan untuk Universitas Indonesia yaitu otonomi yang lebih besar dalam pengembangan akademis dan pengelolaan keuangan sehingga universitas tumbuh menjadi universitas berkelas dunia.
Dari perspektif sejarah ini, Universitas Indonesia telah tumbuh secara progresif menjadi sebuah institusi yang mengarah menjadi pemimpin di bidang kemanusiaan dan peradaban dengan menyeimbangkan nilai-nilai akademis, moralitas dan seni. Melalui kelebihan-kelebihan ini, Universitas Indonesia berniat untuk menghasilkan bangsa Indonesia menjadi masyarakat yang lebih makmur dan demokratis, dengan berfokus pada perdamaian, keadilan dan nilai-nilai peduli lingkungan yang kuat.

4.    ITS

Kampus ITS Sukolilo menempati areal seluas 180 hektar dengan luas bangunan seluruhnya kurang lebih 150.000 m2. Selain itu terdapat Kampus Manyar yang dipergunakan oleh Program D-3 Teknik Sipil dengan luas bangunan 5.176 m2 dan Kampus ITS Cokroaminoto yang dipergunakan untuk magister manejemen serta beberapa lembaga kerjasama dengan luas bangunan 4.000 m2.
Mempunyai staf pengajar sebanyak 1012 orang yang terdiri dari 28 orang profesor, 133 orang doktor,434 orang master dan lainnya sarjana lulusan perguruan tinggi terkemuka di luar dan dalam negeri serta profesional di bidangnya, menjadikan ITS sebagai sumber acuan perguruan tinggi lain di kawasan Indonesia Timur.
Staf non akademik berjumlah 1101 orang yang tersebar pada berbagai bagian administrasi mulai dari rektorat sampai jurusan-jurusan, selain ada yang bertugas di laboratorium-laboratorium.
Jumlah mahasiswa ITS yang terdaftar pada tahun ajaran 2002/2003 berjumlah 17.672 mahasiswa yang terdiri dari 21 mahasiswa Program Doktor, 1.605 mahasiswa Program Magister, 11.666 mahasiswa Program Sarjana, 4.270 mahasiswa Program D-3 dan Politeknik serta 110 mahasiswa Program D-4. Sampai saat wisuda ke-86 Maret 2003, ITS telah meluluskan sebanyak 37.208 wisudawan. Mereka terdiri dari 1.389 program magister, 22.833 program sarjana, 12.841 program D-3 dan Politeknik, 145 Program D-4 Teknik Kesehatan Lingkungan dan Politeknik.
Sampai tahun 2003, ITS memiliki 5 Fakultas dengan 4 Program Doktoral, 12 Program Magister, 22 jurusan/program studi tingkat sarjana (10 jurusan diantaranya juga menyelenggarakan program ekstensi S-1 atau lintas jalur), 6 Program Studi D-3 (5 program diantaranya juga menyelenggarakan program ekstensi D-3), 2 Program Studi D-4 dan 2 Politeknik dengan 8 Program Studi (seluruhnya juga menyelenggarakan program ekstensi).
Pada tahun 1957 ketika PII Cabang Jawa Timur mengadakan lustrum pertama, kembali gagasan itu dilontarkan. Sebagai hasilnya, dr. Angka Nitisastro, seorang dokter umum, bersama dengan insinyur-insinyur PII cabang Jawa Timur memutuskan untuk mewujudkan berdirinya sebuah Yayasan Perguruan Tinggi Teknik.
Beberapa alasan pokok pendirian yayasan tersebut antara lain:
·         Lahan Indonesia yang luas dan memiliki kekayaan hasil alam yang melimpah dan belum dimanfaatkan
·         Kebutuhan akan tenaga insinyur sekitar 7000 untuk melaksanakan program-program pembangunan dan industri di dalam negeri.
·         Melihat perbandingan dengan jumlah insinyur di negara maju dan berkembang lainnya yang jauh melebihi jumlah di negara kita.
Pada tanggal 17 Agustus 1957, secara resmi berdirilah Yayasan Perguruan Tinggi Teknik (YPTT) yang diketuai oleh dr. Angka Nitisastro.
Yayasan tersebut dibentuk sebagai wadah untuk memikirkan tindakan-tindakan lebih lanjut dan memperbincangkan sedalam-dalamnya segala konsekuensi yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam rangka membulatkan tekad mendirikan sebuah Perguruan Tinggi Teknik di kota Surabaya.
Pada tanggal 10 Nopember 1957, Yayasan mendirikan “PERGURUAN TEKNIK 10 NOPEMBER SURABAYA” yang pendiriannya diresmikan oleh presiden Soekarno. Perguruan Tinggi Teknik 10 Nopember Surabaya hanya memiliki dua jurusan yaitu, Jurusan Teknik Sipil dan Jurusan Teknik Mesin.
Setelah beberapa tahun melalui usaha-usaha yang dirintis oleh tokoh-tokoh dari YPTT, Perguruan Tinggi Teknik 10 Nopember diubah statusnya menjadi Perguruan Tinggi Negeri dengan nama: “INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER DI SURABAYA”.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yang semula memiliki 2 (dua) jurusan yaitu Teknik Sipil dan Teknik Mesin berubah menjadi lima yaitu: Teknik Sipil, Teknik Elektro, Teknik Mesin, Teknik Perkapalan, dan Teknik Kimia. Jurusan- jurusan tersebut kemudian berubah menjadi fakultas. Kemudian dengan peraturan pemerintah No. 9 tahun 1961 (ditetapkan kemudian pada tanggal 23 Maret 1961) ditetapkan bahwa Dies Natalis Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang pertama adalah tanggal 10 Nopember 1960.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1965 berdasarkan SK Menteri No. 72 tahun 1965, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ( ITS) membuka dua fakultas baru, yaitu, Fakultas Teknik Arsitektur dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam. Dengan demikian sejak saat itu, ITS mempunyai tujuh fakultas yang tersebar di beberapa tempat, yaitu: Jl. Simpang Dukuh 11, Jl. Ketabang Kali 2F, Jl. Baliwerti 119-121, Jl. Basuki Rahmat 84 sebagai kantor pusat ITS.
Pada tahun 1972, Fakultas Teknik Sipil pindah ke Jl.Manyar 8, sehingga ITS semakin terpencar. Kemudian pada akhir 1975, Fakultas Teknik Arsitektur pindah ke kampus baru di Jl. Cokroaminoto 12A Surabaya. Demikian pula pada tahun 1973 kantor pusat ITS pindah ke alamat yang sama. Pada tahun 1973 disusunlah rencana induk pengembangan jangka panjang (20 tahun) sebagai pedoman pengembangan ITS selanjutnya.
Rencana Induk Pengembangan ITS menarik perhatian Asian Development Bank (ADB) yang kemudian menawarkan dana pinjaman sebesar US $ 25 juta untuk pengembangan empat fakultas, yaitu, Fakultas Teknik Sipil, Fakultas Teknik Mesin, Fakultas Teknik Elektro, dan Fakultas Teknik Kimia.
Pada tahun 1977 dana dari ADB tersebut sebagian digunakan untuk membangun kampus ITS Sukolilo bagi empat fakultas tersebut di atas. Pada tahun 1981 pembangunan gedung di kampus Sukolilo sebagian sudah selesai. Pembangunan kampus Sukolilo tahap I dapat diselesaikan dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 27 Maret 1982.
Dalam perjalanan pengembangannya, ITS pada tahun 1983 mengalami perubahan struktur organisasi yang berlaku bagi universitas atau institut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1980, Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1981 dan Keputusan Presiden No. 58 tahun 1982, ITS berubah menjadi hanya 5 fakultas saja, yaitu Fakultas Teknik Industri, Fakultas Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Fakultas Non Gelar Teknologi (Program-Program Non Gelar).
Sejak tahun 1991 terjadi perubahan menjadi 4 fakultas, yaitu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Teknologi Industri (FTI), Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), dan Fakultas Teknologi Kelautan (FTK). Jurusan yang ada di Fakultas Non Gelar Teknologi diintegrasikan ke jurusan sejenis di 2 fakultas (FTI dan FTSP). Selain itu ITS juga mempunyai 2 Politeknik yaitu Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).
Pada tahun 1994 kembali ITS memperoleh dana pinjaman ADB sebesar US $ 47 juta untuk pengembangan semua fakultas dengan fokus teknologi kelautan. Program ini selesai pada April 2000. Selain itu ITS juga telah memperoleh dana hibah dari pemerintah Jerman/GTZ (1978-1986) untuk pengembangan Fakultas Teknik Perkapalan.
Tahun 2001, berdasarkan SK Rektor tanggal 14 Juni 2001, ITS membentuk fakultas baru yaitu Fakultas Teknologi Informasi (FTIF) dengan 2 jurusan/program studi: Jurusan Teknik Informatika dan Program Studi Sistem Informasi.

5.    UPI

Universitas Pendidikan Indonesia didirikan pada tanggal 20 Oktober 1954 di Bandung, diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran Mr. Muhammad Yamin. Semula bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), didirikan dengan latar belakang sejarah pertumbuhan bangsa, yang menyadari bahwa upaya mendidik dan mencerdaskan bangsa merupakan bagian penting dalam mengisi kemerdekaan. Beberapa alasan didirikannya PTPG antara lain: Pertama, setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, bangsa Indonesia sangat haus pendidikan. Kedua, perlunya disiapkan guru yang bermutu dan bertaraf universitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang akan merintis terwujudnya masyarakat yang sejahtera.
Gedung utama UPI bermula dari puing sebuah villa yang bernama Villa Isola, merupakan gedung bekas peninggalan masa sebelum Perang Dunia II. (Pada masa perjuangan melawan penjajah, gedung ini pernah dijadikan markas para pejuang kemerdekaan). Puing puing itu dibangun kembali dan kemudian menjelma menjadi sebuah gedung bernama Bumi Siliwangi yang megah dengan gaya arsitekturnya yang asli.
Di sinilah untuk pertama kalinya para pemuda mendapat gemblengan pendidikan guru pada tingkat universitas, sebagai realisasi Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia (Nomor 35742 tanggal 1 September 1954 tentang pendirian PTPG/Perguruan Tinggi Pendidikan Guru).
Pada mulanya PTPG dipimpin oleh seorang Dekan yang membawahi beberapa jurusan dan atau balai, yakni:
·         Ilmu Pendidikan
·         Ilmu Pendidikan Jasmani;
·         Bahasa dan Kesusastraan Indonesia;
·         Bahasa dan Kesusastraan Inggris;
·         Sejarah Budaya;
·         Pasti Alam;
·         Ekonomi dan Hukum Negara; dan
·         Balai Penelitian Pendidikan.
Sejalan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. 40718/S pada waktu itu, yang menyatakan bahwa PTPG dapat berdiri sendiri menjadi perguruan tinggi atau perguruan tinggi dalam universitas, maka seiring dengan berdirinya Universitas Padjadjaran (UNPAD), pada tanggal 25 November 1958 PTPG diintegrasikan menjadi fakultas utama Universitas Padjadjaran dengan nama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Untuk memantapkan sistem pengadaan tenaga guru dan tenaga kependidikan, berbagai kursus yang ada pada waktu itu, yaitu pendidikan guru B I dan B II, diintegrasikan ke dalam FKIP melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 1961. Selanjutnya FKIP berkembang menjadi FKIP A dan FKIP B. Pada saat yang sama, berdiri pula Institut Pendidikan Guru (IPG), yang mengakibatkan adanya dualisme dalam lembaga pendidikan guru. Untuk menghilangkan dualisme tersebut, pada tanggal 1 Mei 1963 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1963, yang melebur FKIP dan IPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) sebagai satu satunya lembaga pendidikan guru tingkat universitas. FKIP A/FKIP B dan IPG yang ada di Bandung akhirnya menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung (IKIP Bandung).
IKIP Bandung saat itu telah memiliki lima fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan Sastra dan Seni, Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta, dan Fakultas Keguruan Ilmu Teknik. Kebutuhan akan tenaga guru kian mendesak, demikian pula tumbuhnya hasrat untuk meningkatkan dan memeratakan kemampuan para guru. Hal ini mendorong IKIP Bandung membuka ekstension, antara tahun 1967 1970 IKIP Bandung membuka ekstension di hampir seluruh kabupaten di Jawa Barat.
Peranan IKIP Bandung di tingkat nasional semakin menonjol, setelah pemerintah menetapkan bahwa IKIP Bandung menjadi IKIP Pembina yang diserahi tugas membina beberapa IKIP di luar Pulau Jawa, yaitu IKIP Bandung Cabang Banda Aceh, Palembang, Palangkaraya, dan Banjarmasin. Sesuai dengan kebijaksanaan Departemen P dan K, pada awal tahun 1970 an, secara bertahap ekstension tersebut ditutup dan cabang cabang IKIP di daerah menjadi fakultas di lingkungan universitas di daerah masing masing.
Untuk meningkatkan mutu tenaga pengajar, pada tahun 1970 IKIP Bandung membuka program Pos Doktoral melalui pembentukan Lembaga Pendidikan Pos Doktoral (LPPD) PPS yang mengelola Program S2 dan S3. Pada tahun 1976 LPPD diubah namanya menjadi Sekolah Pasca Sarjana, pada tahun 1981 berubah menjadi Fakultas Pasca Sarjana dan tahun 1991 menjadi Program Pascasarjana (PPS).
Penataan program pendidikan tinggi yang dilakukan oleh pemerintah dengan menerapkan multiprogram dan multistrata, ditindaklanjuti IKIP Bandung dengan membuka Program Diploma Kependidikan. Untuk meningkatkan kualifikasi guru SD menjadi lulusan D II, tahun ajaran 1990/ 1991, diselenggarakan Program D II Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selain diselenggarakan di Kampus Bumi Siliwangi program ini juga diselenggarakan di Unit Pelaksana Program (UPP) pada beberapa sekolah eks SPG yang diintregarasikan ke IKIP. Guna meningkatkan kualifikasi Guru Taman Kanak-kanak atau play group pada tahun 1996/1997 IKIP Bandung membuka Program D II PGTK.
Seiring dengan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tinggi yang memberikan perluasan mandat bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang harus mampu mengikuti tuntutan perubahan serta mengantisipasi segala kemungkinan dimasa datang , IKIP Bandung diubah menjadi Universitas Pendidikan Indonesia melalui Keputusan Presiden RI No. 124 tahun 1999 tertanggal 7 Oktober 1999.
Untuk memperluas jangkauan dalam mendukung pembangunan nasional, UPI harus mampu berdiri sendiri dan berkiprah. Kebulatan tekad ini menumbuhkan keyakinan akan kemampuan yang telah dimilikinya. Tekad ini memberi keyakinan kepada pemerintah bahwa UPI telah dapat bediri sendiri dan dapat diberikan tanggung jawab yang lebih besar. Dengan kepercayaan ini, melalui Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2004. UPI diberi otonomi dan menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN)
Pengembangan dan peningkatan UPI tidak saja berorientasi pada bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai bidang, termasuk pemantapan konsep dan rencana pembangunannya. Melalui bantuan Islamic Development Bank (IDB) tengah merancang dan menata pembangunan gedung kampus yang megah, modern dan representatif sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar. Bermodalkan kemampuan yang dimiliki Universitas Pendidikan Indonesia bertekad menjadikan lembaga pendidikan ini terdepan dan menjadi Universitas Pelopor dan Unggul (a Leading and Outstanding University).

6.    IPB

Institut Pertanian Bogor adalah lembaga pendidikan tinggi pertanian yang secara historis merupakan bentukan dari lembaga-lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan yang dimulai telah pada awal abad ke-20 di Bogor. Sebelum Perang Dunia II, lembaga-lembaga pendidikan menengah tersebut dikenal dengan nama Middelbare Landbouwschool, Middelbare Bosbouwschool dan Nederlandsch Indiche Veeartsenschool.
IPB saat ini berlokasi di Jalan Raya Dramaga, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sejarah perkembangan IPB dimulai dari tahapan embrional (1941-1963), tahap pelahiran dan pertumbuhan (1963-1975), tahap pendewasaan (1975-2000), tahap implementasi otonomi IPB (2000-2005) dan menuju tahap IPB berbasis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang akan dimulai pada tahun 2006. Pada tahun 2007 secara embrional IPB direncanakan menjadi universitas riset.
Lahirnya IPB pada tanggal 1 September 1963 berdasarkan keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 92/1963 yang kemudian disyahkan oleh Presiden RI Pertama dengan Keputusan No. 279/1965. Pada saat itu, dua fakultas di Bogor yang berada dalam naungan UI berkembang menjadi 5 fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan, Fakultas Peternakan dan Fakultas Kehutanan. Pada tahun 1964, lahir Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian yang kini menjadi Fakultas Teknologi Pertanian.
Pada tanggal 26 Desember 2000, pemerintah Indonesia mengesahkan status otonomi IPB berdasarkan PP no. 152. Semenjak itu IPB merupakan perguruan tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Tahun 2004 IPB menerapkan sistem mayor minor sebagai pengganti sistem kurikulum nasional. Sistem ini hanya diterapkan di IPB. Setiap mahasiswa IPB dimungkinkan mengambil dua atau bahkan lebih mata keahlian (jurusan) yang diminatinya.

7.    UNS

Universitas Sebelas Maret berdiri sejak 11 Maret 1976, yang awalnya merupakan gabungan dari 5 perguruan tinggi yang ada di Surakarta. 5 perguruan tinggi tersebut: Institut Pelatihan dan Pendidikan Guru Surakarta, Sekolah Menengah Olahraga Surakarta, Akademi Administrasi Bisnis Surakarta, Universitas Gabungan Surakarta (universitas ini adalah gabungan dari beberapa universitas di Surakarta termasuk Universitas Islam Indonesia Surakarta) dan Fakultas Obat-obatan Departemen Pertahanan dan Keamanan Pengembangan Pendidikan Tinggi Nasional Surakarta. Pengabungan beberapa perguruan tinggi tersebut, mempunyai satu tujuan yang besar, yakni meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Surakarta. Setelah 5 tahun melakukan konsolidasi, UNS mempersiapkan diri untuk memulai proses perkembangannya. Pembanguan secara fisik dimulai pada tahun 1980. Di bawah kepemimpinan dr. Prakosa, kampus yang semula terletak di di beberapa tempat disatukan dalam suatu kawasan. Lokasi tersebut adalah di daerah Kenthingan, di tepi Sungai Bengawan Solo, dengan cakupan area sekitar 60 hektar. Di daerah Kenthingan inilah, pembangunan kampus tahap pertama berakhir pada tahun 1985.
Pembangunan fisik kampus yang tergolong cepat, juga diimbangi dengan perkembangan di sektor yang lain. Tahun 1986, Prof. Dr. Koento Wibisono selaku rektor berikutnya, melakukan peletakan dasar-dasar percepatan pertumbuhan, Pada masa ini, perubahan telah terjadi, seperti perkembangan yang cukup bagus dalam bidang akademik dan jumlah staf, juga dalam penguatan infrastruktur kampus.
Setelah Prof. Haris Mudjiman, Ph.D menjadi rektor berikutnya, percepatan UNS dimulai untuk melangkah ke arah yang lebih baik. Semangat dan komitmen yang tinggi untuk melakukan perubahan sangatlah dibutuhkan untuk membuat kemajuan di setiap sisi kehidupan UNS. Efek dari perubahan tersebut sangatlah mengesankan.
Sekarang ini, UNS merupakan universitas muda dengan pertumbuhan yang luar biasa. Dengan berbagai potensi yang ada, misal seperti dokter bedah kulit dengan reputasi nasional (Fakultas Kedokteran), penemuan starbio dan padi tahan garam (Fakultas Pertanian), dan beberapa kemajuan yang terjadi di setiap fakultas dan unit-unit kerja lainnya. UNS juga melakukan langkah maju dalam perkembangan teknologi informasi. Dengan ekspansi jaringan teknologi informasi yang lebih besar lagi, Pusat Komputer UNS Solo membuat torehan sejarah UNS dalam buku kemajuan dan perkembangan UNS. Torehan-torehan sejarah yang lebih mengesankan lainnya akan terjadi seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan universitas ini.

8.    UNAIR

Visi
Menjadi universitas yang mandiri, inovatif, terkemuka di tingkat nasional dan
internasional, pelopor pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora, dan seni berdasarkan moral agama.
Misi
1.    Menyelenggarakan pendidikan akademik, vokasional dan profesi;
2.    Menyelenggarakan penelitian dasar, terapan, dan penelitian kebijakan yang inovatif untuk menunjang pengembangan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat;
3.    Mendharmabaktikan keahlian dalam bidang ilmu, teknologi, humaniora dan seni kepada masyarakat;
4.    Mengupayakan kemandirian dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi melalui pengembangan kelembagaan manejemen modern yang berorientasi pada mutu dan kemampuan bersaing secara internasional.

Tujuan
1. Menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora dan seni, serta dapat bersaing di pasar internasional berdasarkan moral agama;
2. Menghasilkan penelitian inovatif yang mendorong pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora, dan seni dalam skala nasional maupun internasional;
3. Menghasilkan pengabdian kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu menyelesaikan masalah secara mandiri dan berkelanjutan;
4. Mewujudkan kemandirian universitas yang adaptif, kreatif, proaktif terhadap tuntutan perkembangan lingkungan yang strategis.

Strategi untuk mencapai tujuan tersebut harus didukung oleh faktor pendukung internal maupun eksternal. Arah dan pengembangan Universitas Airlangga telah dirumuskan dalam Renstra Universitas Airlangga.
1. Pola pengelolaan akademik dikembangkan ke arah desentralisasi akademik dan pola pengembangan keuangan di kembangkan ke arah sentralisasi.
2. Jumlah dan kompetensi dosen akan terus ditingkatkan dan didayagunakan agar mampu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
3. Lahan dan bangunan kampus terus dikembangkan secara efisien dan efektif dalam suatu penataan kampus yang modern dan berwawasan lingkungan, juga perlu direncanakan pengembangan kampus baru di luar kampus yang telah ada sekarang.
4. Pengembangan organisasi dan kelembagaan diarahkan untuk membangun aliansi strategis dan kerjasama kelembagaan dalam rangka pengembangan universitas.
5. Pola pengembangan pendidikan dan manajemen diarahkan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan teknologi informasi.
6. Pola pengelolaan universitas dikembangkan untuk mengeksplorasi semua potensi secara optimal, sinergi, dan berkelanjutan dalam pengembangan pendidikan tinggi.
7. Jumlah fakultas dan jumlah program studi yang ada akan terus ditingkatkan dengan prioritas yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat serta pengembangan ilmu dan teknologi.

Sejarah Universitas Airlangga berawal dari cikal-bakal lembaga pendidikan Nederlands Indische Artsen School (NIAS) dan School Tot Opleiding van Indische Tandartsen (STOVIT), masing-masing didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1913 dan 1928. Setelah masa pergolakan kemerdekaan sempat terganggu kelancarannya, pada tahun 1948 pemerintah pendudukan Belanda mendirikan Tandheelkunding Instituut yang merupakan cabang Universiteit van Indonesie Jakarta dan membuka kembali NIAS dengan nama Faculteit der Geneeskunde yang juga sebagai cabang Universiteit van Indonesie Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia baru resmi membuka Universitas Airlangga Surabaya yang merupakan lembaga pendidikan tinggi pertama di kawasan timur Indonesia – pada tahun 1954. Peresmian Universitas Airlangga dilakukan oleh Presiden RI pertama, Dr. Ir. Soekarno, yang bertepatan dengan peringatan hari Pahlawan yang ke-9, tanggal 10 November 1954. Secara legal pendiriannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 57/1954.
Pada saat diresmikan Universitas Airlangga terdiri atas lima fakultas, yaitu :
1. FaKultas Kedokteran;
2. Fakultas Kedokteran Gigi, yang semula merupakan cabang dari Universitas Indonesia;
3. Fakultas Hukum, yang semula merupakan cabang dari Universitas Gadjah Mada;
4. Fakultas Sastra, yang berkedudukan di Denpasar, yang pada tahun 1962 fakultas ini memisahkan diri dari Universitas Airlangga untuk menjadi bagian dari Universitas Udayana;
5. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, yang berkedudukan di Malang, dan pada tahun 1963 memisahkan diri dari Universitas Airlangga menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Malang, yang sekarang telah berubah menjadi Universitas Negeri Malang (UM).
Sejak didirikan, Universitas Airlangga terus berkembang, antara lain dengan melahirkan fakultas-fakultas baru. Secara berturut-turut fakultas-fakultas yang lahir adalah :
1. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, berdiri tahun 1961 yang berasal dari Perguruan Tinggi Ekonomi Surabaya;
2. Fakultas Farmasi, berdiri tahun 1963;
3. Fakultas Kedokteran Hewan, berdiri tahun 1972 yang berasal dari Universitas Brawijaya;
4. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, berdiri tahun 1977;
5. Fakultas Sains dan Teknologi, berdiri pada tahun 1982, yang sebelumnya bernama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan;
6. Fakultas Non Gelar Kesehatan, merupakan pengembangan dari Pendidikan Ahli Laboratorium (PALK). Pada tahun 1993 lembaga ini ditutup dan diintegrasikan pada beberapa Fakultas, berdasarkan jenis program studinya;
7. Fakultas Pascasarjana, berdiri pada tahun 1982, selanjutnya pada tahun 1991 berubah menjadi Program Pascasarjana;
8. Fakultas Psikologi, berdiri pada tahun 1993, merupakan pengembangan dari Program Studi Psikologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik;
9. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, berdiri tahun 1993, merupakan pengembangan dari Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kedokteran;
10. Fakultas Sastra, berdiri pada tahun 1998, yang merupakan pengembangan dari Program Studi Sastra Indonesia dan Program Studi Sastra Inggris pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan mulai tahun 2008 berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya;
11. Fakultas Keperawatan, berdiri pada tahun 2008, merupakan pengembangan dari Program Studi Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran;
12. Fakultas Perikanan dan Kelautan, berdiri pada tahun 2008, merupakan pengembangan dari Program Studi Budidaya Perikanan pada Fakultas Kedokteran Hewan.
Perkembangan tersebut menandakan bahwa kehadiran dan kiprah Universitas Airlangga diterima, diapresiasi, dan dibutuhkan oleh masyarakat. Perkembangan tersebut saat ini terus berlangsung, antara lain dengan pembukaan program-program studi baru, peningkatan dan pengembangan bidang dan strata pendidikan yang ada, sehingga saat ini Universitas Airlangga dengan tiga belas fakultas dan satu program pascasarjana dan memiliki 127 program studi (prodi) dari berbagai jenjang, meliputi program akademik, vokasi, dan spesialis, yang mampu melayani lebih dari 20.000 mahasiswa.
Nama-nama Rektor yang pernah dan sedang memimpin Universitas Airlangga adalah :
1. Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo. [Tahun 1954-1961]
2. Prof. Dr. Moh. Toha. [Tahun 1961-1965]
3. Kol. CKH. Chasan Durjat, SH. [Tahun 1965-1966]
4. Prof. Dr. Dr. Eri Sudewo. [Tahun 1966-1974]
5. Prof. Dr. Kwari Setjadibrata. [Tahun 1974-1975]
6. Prof. Abdul Gani, SH., MS. [Tahun 1976-1980]
7. Prof. Dr. dr. Marsetio Donosepoetro. [Tahun 1980-1984]
8. Prof. Dr. Soedarso Djojonegoro. [Tahun 1984-1993]
9. Prof. Dr. H. Bambang Rahino S. [Tahun 1993-1997]
10. Prof. Dr. H. Soedarto, DTM&H., Ph.D. [Tahun 1997-2001]
11. Prof. Dr. Med. Dr. H. Puruhito. [Tahun 2001-2006]
12. Prof. Dr. H. Fasich, Apt. [Tahun 2006-sekarang]
Universitas Airlangga berkomitmen menjadi Universitas yang unggul di tingkat nasional dan internasional berlandaskan nilai moral melalui:
1. Penyelenggaraan proses akademik yang berkualitas,
2. Pengelolaan universitas secara otonom, transparan dan akuntabel, dan
3. Pengembangan akademik dan manajemen secara berkelanjutan.
Universitas Airlangga sebagai perguruan tinggi otonom berkomitmen menerapkan prinsip "excellence with morality" dengan sistem tata kelola universitas yang baik (Good University Governance) yang bercirikan kejujuran, amanah, kerjasama, disiplin, transparansi, dan keunggulan.

9.    UNNES

Sekitar awal tahun 1950-an masyarakat Jawa Tengah pada umumnya dan masyarakat Semarang khususnya, membutuhkan kehadiran sebuah universitas sebagai pelaksana pendidikan dan pengajaran tinggi. Hal itu untuk membantu pemerintah dalam menangani dan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pada waktu itu di Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta hanya memiliki Universitas Gajah Mada yang berstatus sebagai universitas negeri.
Jumlah lulusan SMU di Jawa Tengah bagian utara yang akan melanjutkan pendidikan tinggi di universitas makin meningkat, namun karena masih sangat terbatasnya universitas yang ada, sehingga tidak semua lulusan dapat tertampung. Menyadari akan kebutuhan pendidikan tinggi yang semakin mendesak, kemudian dibentuk Yayasan Universitas Semarang dengan Akte Notaris R.M. Soeprapto No. 59 tanggal 4 Desember 1956 sebagai langkah awal didirikannya universitas di Semarang dengan nama Universitas Semarang.
Beberapa tokoh yang memprakarsai berdirinya Universitas Semarang diantaranya Mr. Imam Bardjo, waktu itu menjabat Kepala Kejaksaan atau Pengawas Kejaksaan-Kejaksaan di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Mr. Sudarto, Mr. Soesanto Kartoatmodjo, dan Mr Dan Soelaiman, ketiganya jaksa di Semarang.
Sedangkan beberapa tokoh yang ditetapkan pertama kali sebagai pengurus yayasan dalam akte notaris, sebagai Ketua Mr. Soedarto, Wakil Ketua Mr. Dan Soelaiman, Panitera Mr. Soesanto Kartoatmodjo, Bendahara Tuan Achmad Tjokrokoesoemo, Pembantu Mr. Imam Bardjo, Mr. Goenawan Goetomo, Mr. Tan Tjing Hak, dan Mr. Koo Swan Ik.
Pendirian Universitas Semarang ternyata mendapat tanggapan dan bantuan dari berbagai pihak, khususnya masyarakat Semarang, Pemda Propinsi Jawa Tengah, serta Pemkot Semarang. Secara resmi Universitas Semarang dibuka pada tanggal 9 Januari 1957, sebagai Presiden Universitas diangkat Mr. Imam Bardjo. Waktu itu beliau juga memberikan mata kuliah umum Hak-hak Azasi Manusia.
Mengingat usianya yang masih sangat muda dengan sarana dan prasarana pendidikan yang masih sangat terbatas, maka pada waktu itu baru dapat dibuka Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat. Sebagai dekan pertama, Mr. R. Soebijono Tjitrowinoto. Kemudian pada tanggal 1 Maret 1957 dibuka pendidikan Akademi Administrasi Negara yang kemudian berubah menjadi Fakultas Sosial dan Politik, dengan dekan pertama Mr. R. Goenawan Goetomo.
Akademi Tata Niaga atau yang sekarang menjadi Fakultas Ekonomi dibuka pada tanggal 21 September 1958, sebagai dekan pertama, Dr. Tjioe Sien Kiong. Sedangkan pendidikan Akademi Teknik, yang kemudian menjadi Fakultas Teknik, dibuka pada tanggal 20 Oktober 1958, dengan dekan pertama, Prof. Ir. R. Soemarman.

10. UNPAD

Pada tahun 1950-an, di Bandung sebenarnya telah ada perguruan tinggi seperti Fakultas Teknik dan Fakultas MIPA yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia (UI) dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Namun, masyarakat menghendaki sebuah universitas negeri yang menyelenggarakan pendidikan dari berbagai disiplin ilmu. Perhatian pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat besar terhadap perlu adanya universitas negeri di Bandung, terutama setelah Bandung dipilih sebagai kota penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955.
Oleh karena itu, pada tanggal 14 Oktober 1956 terbentuklah Panitia Pembentukan Universitas Negeri (PPUN) di Bandung. Pembentukan PPUN tersebut berlangsung di Balai Kotapraja Bandung. Pada rapat kedua tanggal 3 Desember 1956, panitia membentuk delegasi yang terdiri dari Prof. Muh. Yamin, Mr. Soenardi, Mr. Bushar Muhammad, dan beberapa orang tokoh masyarakat Jawa Barat lainnya. Tugas delegasi adalah menyampaikan aspirasi rakyat Jawa Barat tentang pendirian universitas negeri di Bandung kepada Pemerintah, DPR Kabupaten dan Kota Besar Bandung, Gubernur Jawa Barat, Presiden UI, Ketua Parlemen, Menteri PPK, bahkan kepada Presiden Republik Indonesia.
Delegasi berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga pemerintah melalui SK Menteri PPK No. 11181/S tertanggal 2 Februari 1957, memutuskan membentuk Panitia Negara Pembentukan Universitas Negeri (PNPUN) di Kota Bandung.
Pada tanggal 25 Agustus 1957 dibentuk Badan Pekerja (BP) dan PNPUN tersebut yang diketuai oleh R. Ipik Gandamana, Gubernur Jawa Barat. BP dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat proses kelahiran UN tersebut. Hasil dari BP adalah lahirnya Universitas Padjadjaran (Unpad) pada hari Rabu 11 September 1957, dikukuhkan berdasarkan PP No. 37 Tahun 1957 tertanggal 18 September 1957 (LN RI No. 91 Tahun 1957).
Kemudian berdasarkan SK Menteri PPK No. 91445/CIII tertanggal 20 September , status dan fungsi BP diubah menjadi Presidium Unpad yang dilantik oleh Presiden RI tanggal 24 September 1957 di kantor Gubernuran Bandung.
Adapun nama “Padjadjaran” diambil dari nama Kerajaan Sunda, yaitu Kerajaan Padjadjaran yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi atau Prabu Dewantaprana Sri Baduga Maharaja di Pakuan Padjadjaran (1473-1513 M). Nama ini adalah nama yang paling terkenal dan dikenang oleh rakyat Jawa Barat, karena kemashuran sosoknya di antara raja-raja yang ada di tatar Sunda ketika itu.
Pada saat berdirinya, Unpad terdiri dari 4 fakultas: Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Fakultas Ekonomi (keduanya berawal dari Yayasan Universitas Merdeka di Bandung), Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP, penjelmaan dari PTPG di Bandung), dan Fakultas Kedokteran.
Pada 18 September 1960, dibuka Fakultas Pendidikan Jasmani (FPJ) sebagai perubahan dari Akademi Pendidikan Jasmani. Pada tahun 1963-1964, FPJ dan FKIP melepaskan diri dari Unpad dan masing-masing menjadi Sekolah Tinggi Olah Raga dan Institut Keguruan & Ilmu Pendidikan (IKIP, sekarang Universitas Pendidikan Indonesia).
Dalam kurun waktu 6 tahun, di lingkungan Unpad bertambah 8 fakultas yakni: Fakultas Sosial Politik (13 Oktober 1958, sekarang FISIP), Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA, 1 November 1958), Fakultas Sastra (1 November 1958, kini menjadi Fakultas Ilmu Budaya), Fakultas Pertanian (Faperta, 1 November 1959), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG, 1 November 1959), Fakultas Publisistik (18 September 1960, sekarang menjadi Fikom), Fakultas Psikologi (FPsi, 1 September 1961), dan Fakultas Peternakan (Fapet, 27 Juli 1963).
Tahun 2005, Unpad membuka 3 fakultas baru Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK, 8 Juni 2005), Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan (FPIK, 7 Juli 2005), dan Fakultas Teknik Industri Pertanian (FTIP, 13 September 2005).
Selama 2 tahun kemudian, Unpad meningkatkan status 2 jurusan di FMIPA, yaitu Jurusan Farmasi menjadi Fakultas Farmasi  (17 Oktober 2006), serta Jurusan Geologi menjadi Fakultas Teknik Geologi (FTG, 12 Desember 2007).
Dalam rangka meningkatkan performa universitas, pada 7 September 1982, Unpad membuka Fakultas Pascasarjana. Fakultas ini menyelenggarakan pendidikan jenjang S-2 (Program Magister) dan S-3 (program Doktor). Pada perkembangan selanjutnya, Fakultas Pascasarjana statusnya berubah menjadi Program Pascasarjana. Sebagai upaya memenuhi tenaga-tenaga terampil ahli madya, maka Unpad juga menyelenggarakan pendidikan Program Diploma (S-0) untuk beberapa bidang ilmu.
Kepemimpinan di Unpad pun mengalami perkembangan, baik para pejabat, struktur, maupun bentuk organisasinya. Kepemimpinan yang pertama berbentuk presidium, dengan ketua R. Ipik. Gandamana, Wakil Ketua R. Djusar Subrata, serta Sekretaris Mr. Soeradi Wikantaatmadja dan R Suradiradja.
Selanjutnya pad 6 November 1957 diangkat Presiden Unpad yaitu Mr. Iwa Koesoemasoemantri, berdasarkan SK Presiden RI No. 14/M/1957, tertanggal 1 Oktober 1957. Pengambilan sumpah dilakukan di Istana Negara. Dalam pelaksanaan tugasnya, Presiden Unpad didampingi Senat Universitas dengan Sekretaris Prof. M. Sadarjun Siswomartojo, Kusumahatmadja, dan Mr. Bushar Muhammad.
Sejak 1963, sebutan Presiden Universitas diubah menjadi Rektor dan sebutan Sekretaris Universitas atau Kuasa Presiden diubah menjadi Pembantu Rektor.


Oleh : Faisal Ahmad Fani - Universitas Airlangga

No comments:

Post a Comment