1.
ITB
Institut
Teknologi Bandung (ITB), didirikan pada tanggal 2 Maret 1959. Kampus utama ITB
saat ini merupakan lokasi dari sekolah tinggi teknik pertama di Indonesia.
Walaupun masing-masing institusi pendidikan tinggi yang mengawali ITB memiliki
karakteristik dan misi masing-masing, semuanya memberikan pengaruh dalam
perkembangan yang menuju pada pendirian ITB.
Sejarah
ITB bermula seja awal abad kedua puluh, atas prakarsa masyarakat penguasa waktu
itu. Gagasan mula pendirianya terutama dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga teknik yang menjadi sulit karena terganggunya hubungan antara negeri
Belanda dan wilayah jajahannya di kawasan Nusantara, sebagai akibat pecahnya
Perang Dunia Pertama. De Techniche
Hoogeschool te Bandung berdiri tanggal 3
Juli 1920 dengan satu fakultas de Faculteit
van Technische Wetenschap yang hanya mempunyai
satu jurusan de afdeeling
der Weg en Waterbouw.
Didorong
oleh gagasan dan keyakinan yang dilandasi semangat perjuangan Proklamasi Kemerdekaan serta
wawasan ke masa depan, Pemerintah Indonesia meresmikan berdirinya Institut Teknologi Bandung pada
tanggal 2 Maret 1959 . Berbeda dengan harkat
pendirian lima perguruan tinggi teknik sebelumnya di kampus yang sama, Institut
Teknologi Bandung lahir dalam suasana penuh dinamika mengemban misi pengabdian
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpijak pada kehidupan nyata di bumi
sendiri bagi kehidupan dan pembangunan bangsa yang maju dan bermartabat.
Kurun dasawarsa pertama tahun
1960-an ITB mulai membina dan melengkapi
dirinya dengan kepranataan yang harus diadakan. Dalam periode ini dilakukan
persiapan pengisian-pengisian organisasi bidang pendidikan dan pengajaran,
serta melengkapkan jumlah dan meningkatkan kemampuan tenaga pengajar dengan
penugasan belajar ke luar negeri.
Kurun dasawarsa kedua tahun
1970-an ITB diwarnai oleh masa sulit yang
timbul menjelang periode pertama. Satuan akademis yang telah dibentuk berubah
menjadi satuan kerja yang juga berfungsi sebagai satuan sosial-ekonomi yang
secara terbatas menjadi institusi semi-otonomi. Tingkat keakademian makin
meningkat, tetapi penugasan belajar ke luar negeri makin berkurang. Sarana
internal dan kepranataan semakin dimanfaatkan.
Kurun dasawarsa ketiga tahun
1980-an ditandai dengan kepranataan dan
proses belajar mengajar yang mulai memasuki era modern dengan sarana fisik
kampus yang makin dilengkapi. Jumlah lulusan sarjana makin meningkat dan
program pasca sarjana mulai dibuka. Keadaan ini didukung oleh makin membaiknya
kondisi sosio-politik dan ekonomi negara.
Kurun dasawarsa keempat tahun
1990-an perguruan tinggi teknik yang semula
hanya mempunyai satu jurusan pendidikan itu, kini memiliki dua puluh enam
Departemen Program Sarjana, termasuk Departemen Sosioteknologi, tiga puluh
empat Program Studi S2/Magister dan tiga Bidang Studi S3/Doktor yang mencakup
unsur-unsur ilmu pengetahuan, teknologi, seni, bisnis dan ilmu-ilmu
kemanusiaan.
Dasawarsa
ini akan menghantarkan ITB ke fajar abad baru yang ditandai dengan munculnya
berbagai gagasan serta pemikiran terbaik untuk pengembangannya. Beberapa
diantaranya antara lain: Bahwa cepatnya pelipatgandaan informasi di abad baru
akan menuntut pelaksanaan pendidikan yang berpercepatan, tepat waktu, terpadu,
berkelanjutan, dan merupakan upaya investasi terbaik. Dalam upaya ini ITB ingin
menegakkan Program Sarjana di atas pondasi penguasaan ilmu-ilmu dasar yang
kokoh sehingga lulusannya senantiasa mampu menyesuaikan diri terhadap
perubahan-perubahan yang datang dengan cepat. Program Pasca Sarjana menjadi
ujung tombak peningkatan kualitas dan kuantitas, efisiensi dan efektivitas,
serta relevansinya terhadap kebutuhan, sehingga kontribusi ITB bagi pembangunan
nasional akan menjadi lebih besar dan tinggi nilainya.
Bahwa
penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dilakukan
secara utuh dan terpadu, dalam suatu kiprah sebagai Research and Development
University. Pengembangan keilmuan dan
teknologi di ITB didasarkan pada kebutuhan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan bangsa. Dengan demikian ITB akan mengembangkan dirinya dalam riset dan
manufaktur, teknologi komunikasi dan informasi, transportasi darat-laut dan
dirgantara, lingkungan, serta bio-teknologi dan biosains.
Bahwa
misi pengabdian kepada masyarakat diharapkan dapat membangun wawasan bisnis
untuk kemandirian yang merupakan modal awal untuk menegakkan otonomi perguruan
tinggi. Wawasan bisnis untuk kemandirian tersebut diarahkan guna meraih
prestasi pelaksanaan kewajiban dan tugas pendidikan dan penelitian
setinggi-tingginya.
Bahwa
pengembangan ITB diharapkan berpijak pada kekuatan institusi berupa penggunaan
informasi sebaik-baiknya, terpeliharanya Staf Pengajar yang kompeten yang
tinggi mutu kemampuan dan pengabdiannya, sistem pendidikan yang terintegrasi,
dan kerjasama yang terjalin erat dengan pemerintah, industri dan lembaga penelitian
dan pendidikan di dalam dan luar negeri. Sehingga pengembangan yang
direncanakan dapat dipantau secara berkelanjutan dan terukur menurut
pelaksanaan tridharma perguruan tinggi, pengembangan sumber daya manusia,
sarana fisik, kepranataan norma dan tata kerja, serta ekonomi, sosial budaya
dan keamanan.
Bahwa
keinginan untuk mengembangkan ITB terungkap dengan semangat dan sikap ITB yang
mengakui adanya kebenaran keilmuan, kebenaran keilmuan yang dapat didekati
melalui observasi disertai analisis yang rasional. Bahwasanya mengejar dan
mencari kebenaran ilmiah tersebut adalah hak setiap insan di bumi, dan ilmu
pengetahuan serta teknologi agar dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
mensejahterakan umat manusia, dan masyarakat bangsa Indonesia pada khususnya.
Kurun dasawarsa kelima tahun
2000-an Institut Teknologi Bandung yang status hukumnya sebagai instansi
pemerintah dalam bentuk jawatan negeri pada tanggal 26 Desember 2000,
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 155 tahun 2000 telah menetapkan
Institut Teknologi Bandung sebagai suatu Badan Hukum Milik Negara.
Perguruan
Tinggi Negeri dengan status Badan Hukum adalah sesuatu tanpa preseden dalam
sejarah Pendidikan Tinggi di Indonesia. Hal ini diawali dengan terbitnya PP No.
61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Bahan Hukum
yang kemudian disusul diterbitnya PP No. 155 tahun 2000 tentang Penetapan
Institut Teknologi Bandung menjadi Bahan Hukum Milik Negara. Maka dengan
terbitnya PP 155 tersebut, sejak tanggal 26 Desember 2000 yang lalu ITB resmi
menjadi Badan Hukum sebagaimana layaknya badan hukum lainnya yang dibenarkan
melaksanakan segala perbuatan hukum yang tidak melanggar hukum serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan pertama yang ditinjau dalam PP
No. 61 secara singkat adalah adanya globalisasi yang menimbulkan persaingan
yang tajam. Maka untuk meningkatkan daya saing nasional dibutuhkan PT yang
dapat membangun masyarakat madani yang demokratis dan mampu bersaing secara
global. Untuk itu PT, termasuk ITB, harus memperoleh kemandirian, otonomi dan
tanggung jawab yang lebih besar. Penekannya ada pada adanya proses globalisasi.
2. UGM
Universitas
Gadjah Mada resmi didirikan pada tanggal 19 Desember 1949 dan merupakan
Universitas yang bersifat nasional. Selain itu Universitas Gadjah Mada juga
berperan sebagai pengemban Pancasila dan Universitas pembina di Indonesia.
Pada
saat didirikan, Universitas Gadjah Mada hanya memiliki enam fakultas, sekarang
memiliki 18 Fakultas dan satu program Pascasarjana (S-2 dan S-3). Universitas
Gadjah Mada termasuk universitas yang tertua di Indonesia, berlokasi di Kampus
Bulaksumur Yogyakarta. Sebagian besar fakultas dalam lingkungan Universitas
Gadjah Mada terdiri atas beberapa jurusan/bagian dan atau program studi.
Kegiatan Universitas Gadjah Mada dituangkan dalam bentuk Tri Dharma Perguruan
Tinggi yang terdiri atas Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat.
Gedung
SMT Kotabaru, 24 Januari 1946, kelihatan dipenuhi pengunjung. Mereka adalah
orang-orang yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap peningkatan martabat
manusia Indonesia. Di antara mereka teriihat Mr. Boediarto, Ir. Marsito, Prof.
Dr. Prijono, Mr. Soenarjo, Dr. Soleiman, Dr. Buntaran, Dr. Soeharto. Mereka
bermaksud mendirikan Balai Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta.
Dalam
pertemuan itu, Mr. Soenarjo, menegaskan bahwa di Jakarta, NICA sudah mendirikan
Universitas. Bangsa Indonesia tidak boleh gagal mendirikan universitas.
"Lebih- lebih sekarang, pada waktu pembangunan, waktu kita butuhkan bermacam-macam
ilmu pengetahuan", tambah Mr. Soenarjo.
Pertemuan
di atas diikuti oleh beberapa pertemuan berikutnya, salah satunya adalah
pertemuan di Gedung KNI Malioboro, tanggal 3 Maret 1946. Dalam pertemuan ini,
diumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang terdiri atas
Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan.
Dengan
berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, maka pada tahun 1 946 terdapat
dua perguruan tinggi di Yogyakarta. Yang satu lagi adalah Sekolah Tinggi
Teknik, yang berdiri tanggal 17 Februari 1946. Sekolah Tinggi Teknik ini
merupakan usaha penghidupan kembali Sekolah Tinggi Teknik Bandung, yang
terpaksa ditutup karena suasana perang antara Indonesia dan tentara sekutu di
antara pemimpinnya, tersebutlah nama Prof. Jr. Rooseno dan Prof. Ir.
Wreksodhiningrat.itulah sebabnya mahasiswa Fakultas Teknik Bandung dapat
melanjutkan pendidikannya dan menempuh ujian insinyur di Sekolah Tinggi Teknik
Yogyakarta.
Setelah
penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19 Desember 1948, kedua perguruan tinggi di
atas terpaksa ditutup. Para dosen dan mahasiswanya memilih berjuang menentang
Belanda ketimbang melanjutkan proses belajar-mengajar. Tetapi. peralatan kuliah
tetap dipelihara dengan baik oleh para mahasiswa.
Klaten
sekarang tentu saja berbeda dengan Klaten di tahun 1946. Perbedaan yang
menyolok adalah soal pendidikan tinggi. Kini Klaten tidak memiliki perguruan tinggi.
Tetapi, Klaten tahun 1946 adalah kota pendidikan. disini berdiri, antara lain
Perguruan Tinggi Kedokteran (berdiri 5 Maret 1946), Sekolah Tinggi Kedokteran
Hewan (berdiri 20 September 1 946), Sekolah Tinggi Farmasi (berdiri 27
September 1946), dan Pergurutan Tinggi Pertanian (berdiri 27 September 1946).
Mengapa
Klaten dipilih sebagai tempat pendirian beberapa perguruan tinggi? Jawabnya.
karena Klaten terletak di pedalaman. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung
dan Surabaya tidak mungkin lagi menyelenggarakan pendidikan tinggi. Sebab,
ketiga kota tersebut sering kali dibom oleh tentara sekutu. Para pejuang
Indonesia di ketiga kota tersebut tidak tinggal diam. Mereka juga balas
menyerang sekutu. Akibatnya, ketiga kota ini menjadi ajang pertempuran.
Alasan
lain adalah, adanya laboratorium pendukung dan lnstitut Pasteur. Laboratorium
disediakan oleh Rumah Sakit Tegalyoso. Sedangkan Institut Pasteur di Bandung,
setelah diambil alih oleh bangsa Indonesia dari tangan Jepang, 1 September
1945, dipindahkan ke Klaten (Salah seorang yang ikut memindahkan institut ini
adalah Prof. Dr. M, Sardjito).
Kehidupan
perguruan tinggi di Klaten makin marak dengan berdirinya Fak. Kedokteran Gigi
awal tahun 1948. Hal ini berlangsung sampai 19 Desember 1948, saat Belanda menyerbu
ke dalam daerah Republik Indonesia.
Tujuh
bulan sebelum penyerbuan Belanda ke dalam Republik Indonesia, tepatnya awal Mei
1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan sesungguhnya sudah
mendirikan Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta. Akademi ini berdiri atas usul
Kementerian Dalam Negeri, yaitu untuk mendidik calon-calon pegawai Departemen
Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri dan Dep. Penerangan.
Pada
saat berdiri, Akademi Ilmu Politik ini dipimpin oleh Prof. Djokosoetono, S.H.
Beberapa pegawai Dep. Dalam Negeri yang belajar di sini, antara lain: Djumadi
lsworo, Soempono Djojowadono, Irnan Soetikno, Bambang Soegeng Wardi dan
Dradjat. Sayang, umur akademi ini tidak lama. Setelah pemberontakan PKI Madiun
meletus, September 1948, akademi ini ditinggalkan para mahasiswanya. Mereka
ikut menumpas pemberontakan dan membangun kembali kerusakan-kerusakan yang
terjadi. Maka akademi ini pun terpaksa ditutup.
Kalau
di atas di ceritakan bahwa perguruan-perguruan tinggi yang terpaksa ditutup di
Klaten dan Yogyakarta adalah perguruan tinggi yang sudah beroperasi, di Solo
ada perguruan tinggi yang sudah dibuka terpaksa batal diresmikan. Yakni: Balai
Pendidikan Ahli Hukum. Perguruan tinggi ini berdiri 1 November 1948, sebagai
hasil kerja sama Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dengan
Kementerian Kehakiman.
Bersamaan
dengan itu, Panitia Pendirian Perguruan Tinggi Swasta di Solo, yang dipimpin
oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H. dan Hardjono, S.H., juga
merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum Negeri.
Bersamaan
dengan itu, Panitia Pendirian Perguruan Tinggi Swasta di Solo, yang dipimpin
oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H. dan Hardjono, S.H., juga
merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum Negeri. Panitia ini menyarankan
agar Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan saja dengan Sekolah Tinggi Hukum
Negeri. Paling tidak untuk melakukan efisiensi. Usul ini, rupanya, diterima
pemerintah. Buktinva, Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1948 menyebutkan bahwa
Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan ke dalam Sekolah Tinggi Hukum Negeri.
Menurut
Prof. Dr. M. Sardjito, Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo ini akan diresmikan
tanggal 28 Desember 1948. Tetapi, sembilan hari sebelum peresmian, Belanda
sudah menyerbu ke wilayah Republik Indonesia. Apa boleh buat, perjuangan
menentang Belanda menjadi prioritas. Akibatnya, sekolah tinggi ini layu sebelum
menguntum dan terpaksa bubar sebelum diresmikan.
Tidak
banyak yang ingat kapan persisnya timbul ide untuk menggabungkan beberapa
perguruan tinggi perjuangan (Sebutan ini, diberikan oleh Prof. Ir. Herman
Johannes) tersebut di atas menjadi sebuah perguruan tinggi. Tetapi, menurut
Prof. Dr. M. Sardjito, tanggal 20 Mei 1949, ada rapat Panitia Perguruan Tinggi,
di Pendopo Kepatihan Yogyakarta. Rapat ini dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo,
dengan anggota rapat antara lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. M.
Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono,
Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah: beberapa
anggota rapat menyanggupi pendirian perguruan kembali di wilayah republik,
yaitu Yogyakarta. Mereka yang bersedia adalah Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof.
Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono dan Prof. Dr. M. Sardjito.
Kesulitan
utama yang ditemui para Guru Besar tersest di atas dalam mendirikan kembali
perguruan tinggi di Yogya adalah tidak adanya ruangan untuk kuliah. Untunglah
Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan kraton dan beberapa gedung di
sekitar kraton untuk ruangan kuliah. Masalah utama pun terpecahkan. Setelah itu
persiapan lain pun dimatangkan.
Usaha
keras para Guru Besar tersebut akhirnya membuahkan hasil. Tanggal 1 November
1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten, Yogyakarta, berdiri kembali
Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian., dan Fakultas
Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri oleh Bung Karno. Pada
pembukaan ini, menurut Prof. Dr. M. Sardjito, diadakan sebuah renungan bagi
para dosen dan mahasiswa yang telah gugur dalam peperangan melawan Belanda, yaitu:
Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono, Hardjito dan
Wurjanto.
Keesokan
harinya, 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan
beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah
Mada yang diresmikan. Kota Yogyakarta pun kembali marak dengan mahasiswa.
Keesokan
harinya, 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan
beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi
Gadjah Mada yang diresmikan.
Sebulan
kemudian, tepatnya 3 Desember 1949, dibuka pula Fakultas Hukum di Yogyakarta.
Fakultas ini merupakan pindahan Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo. Orang yang
berjasa dalam pemindahan ini adalah Prof. Drs. Notonagoro, S.H.
Tidak
mudah mencari informasi mengapa pada tanggal 2 November 1949 tidak langsung
didirikan sebuah universitas yang bisa menaungi 3 fakultas yang berdiri pada
saat itu. Di samping orang-orang yang terlibat dengan pendiriannya sudah
meninggal dunia, dokumentasi yang dimiliki Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak
pernah menyinggung hal tersebut. Adalah wajar kalau kemudian perlu disarankan
kepada UGM untuk mencari alasan tersebut. Paling tidak untuk menyempurnakan
riwayat pendirian Universitas Gadjah Mada.
Tetapi,
beroperasinya kembali 8 fakultas tersebut di atas sejak 1 November 1949,
mendorong lahirnya UGM, 19 Desember 1949. Tanggal ini dipilih, seperti disebut
Bung Karno. adalah untuk memperlihatkan kepada dunia luar bahwa Bangsa
Indonesia sanggup bangkit, meskipun sudah diserang habis-habisan oleh Belanda,
19 Desember 1948, dengan kata lain tanggal 19 Desember 1949 dipilih untuk
menghilangkan noda 19 Desember 1948.
Pada
saat berdirinya, menurut Peraturan Pcmerintah No. 23 Tahun 1949, UGM memiliki
enam fakultas, yaitu: (1) Fakultas Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu
Ukur dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti) ; (2)
Fakultas Kedokteran di dalamnya termasuk bagian Farmasi, bagian Kedokteran Gigi
dan Akademi Pendidikan Guru bagian Kimia dan limu Hayat; (3) Fakultas Pertanian
di dalamya ada Akademi Pertanian dan Kehutanan; (4) Fakultas Kedokteran Hewan;
(5) Fakultas Hukum di dalamnya ada Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan
Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Tatanegara,
Ekonomi dan Sosiologi; dan (6) Fakultas Sastra dan Filsafat di dalamnya ada
Akademi Pendidikan Guru bagian Sastra.
Pada
saat peresmian berdirinya UGM, Prof. Dr. M. Sardi . ito ditetapkan sebagai
Presiden UGM. Pada saat yang sama juga ditetapkan Senat UGM dan Dewan Kurator
UGM. Mengenai yang terakhir ini, kepengurusannya terdiri dari ketua (Ketua
Kehormatan adalah Sultan Hamengku Buwono IX, sedangkan Ketua adalah Sri Paku
Alam VIII, wakil ketua dan anggota. Ini menimbulkan pendapat bahwa ketika UGM
lahir, ia memang telah siap untuk meneruskan perjuangan, yaitu meningkatkan
martabat manusia Indonesia.
Dari
rentetan riwayat perjuangan mendirikan UGM di atas, tidak berlebihan rasanya
bila disimpulkan bahwa pendirian UGM adalah usaha untuk meneruskan perjuangan.
Ini perlu menjadi pegangan bagi seluruh sivitas akademika UGM.
Mengapa
UGM mendapat julukan universitas ndeso, banyak sudah orang yang tahu. Tetapi,
apa cita-cita UGM, banyak orang yang belum kenal, termasuk sebagian besar
mahasiswa UGM. Tidak heran kalau beberapa dosen UGM berpendapat bahwa cita-cita
UGM perlu dipublikasikan secara luas.
Ada
sumber yang sah dan pasti untuk melihat cita-cita UGM, yaitu Statuta UGM.
Statuta UGM ini diakui dan dihormati oleh pemerintah. Buktinya, ia dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1950. Salah satu pasalnya, yaitu Pasal
3 menyebutkan, cita-cita UGM adalah untuk: (1) Membentuk manusia susila yang
cakap dan mempunjai keinsjafan bertanggungjawab tentang kesejahteraan
masjarakat Indonesia khususnja dan dunia umumnya untuk berdiri pribadi dalam
mengusahakan ilmu pengetahuan dan memangku djabatan Negeri atau pekerdjaan
masyarakat yang membutuhkan didikan dan pengajaran berilmu pengetahuan; (2)
Mengusahakan dan memajukan ilmu pengetahuan; dan (3) menjelenggarakan usaha
membangun, memelihara dan mengembangkan hidup karena kemasyarakatan dan
kebudayaan.
Cita-cita
ini, menurut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0440/0/1992, 18
November 1992, diformulasikan menjadi: (1) Membentuk manusia susila yang cakap,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mempunyai keinsafan
bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia
pada umumnya, untuk berdiri pribadi dalam mengusahakan ilmu pengetahuan maupun
dalam memangku jabatan negeri atau pekerjaan masyarakat yang membutuhkan
pendidikan dan pengajaran berilmu pengetahuan; (2) Mengembangkan dan memadukan
ilmu pengetahuan; dan (3) Menyelenggarakan pembangunan, memelihara dan
mengembangkan hidup kemasyarakatan serta kebudayaan.
Lalu,
apa cita-cita mempelajari ilmu pengetahuan di UGM? Menurut Senat UGM, cita-cita
dari mempelajari ilmu pengetahuan di UGM adalah: (1) Menginginkan mencapai
kenyataan dalam obyektivanya dari kebenaran bagi pengetahuan yang dapat
diperoleh manusia tentang kenyataaan itu; (2) Menginginkan terlaksananya dan
terpeliharanya atribut mutlak dari pada Universitas, ialah kebebasan akademis
bagi seluruh universitas dan kebebasan mimbar bagi setiap dosen; dan (3)
Menginginkan penyelidikan ilmu pengetahuan, usaha ilmu pengetahuan dan hasil
ilmiah yang beradab dan teleologism guna keadaban, kemanfaatan dan kebahagiaan
kemanusiaan.
Semua
cita-cita tersebut di atas dirasakan belum cukup oleh Senat UGM. Karena itu
Senat UGM menetapkan lagi cita-cita khusus untuk mahasiswa, yaitu untuk
membentuk: (1) orang yang berjiwa bangsa Indonesia; (2) orang yang berbudaya
Indonesia; (3) orang yang mempunyai dasar dan kenyataan hidup yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab dan
demokratis; (4) orang yang mempunyai kecakapan dan kesiapan untuk menunaikan
pertanggungan-jawabnya terhadap pembangunan, pemeliharaan dan perkembangan
kebudayaan dan hidup kemasyarakatan, agar tercapai kebahagiaan dan
kesejahteraan bangsa dan negara khususnya dan dunia pada umumnya.
Selain
cita-cita khusus untuk mahasiswa, Senat UGM juga merumuskan cita-cita untuk
Rektor,UGM, para dosen dan asisten dosen UGM, para mahasiswa UGM serta para
alumni UGM. Cita-cita tersebut adalah:
1.
setia kepada kemanusiaan,
2.
setia kepada kenyataan,
3.
setia kepada ilmu pengetahuan,
4.
setia kepada bangsa dan masyarakat, dan
5.
setia kepada Negara Republik Indonesia
Melihat begitu mulianya cita-cita UGM, tentu timbul
pertanyaan, apasih vang mendasari lahirnya cita-cita tersebut'? Jawabnya, ada
di Statuta UGM, baik yang lama maupun yang baru. 1)alam Statuta yang baru, yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1 8 November 1992, tersirat
bahwa yang mendasari cita-cita tersebut adalah bawaan Pancasila dan Kebudayaan
Indonesia. Keduanya diwujudkan dalam Dasar Kerokhanian, Dasar Nasional, Dasar
Demokrasi, Dasar Kemasyarakatan dan Dasar Kekeluargaan, Dasar kerokhanian, yang
mencakup Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dan Dasar Kemanusiaan dijelmakan dalam
bentuk-bentuk antara lain:
1.
Memberikan pelajaran yang bersifal dasar dan
pengetahuan umum untuk memberi dasar dan keinsafan akan pendirian hidup yang
luas dan kepada mahasiswa, dan
2.
Menentukan syarat utama untuk menjadi dosen berupa
tanggungjawab moral
Dasar Nasional dijelmakan dalam bentuk antara lain :
1.
Memperoleh pengertian iImiah dari Pancasila dan
Kebudayaan Indonesia, melakukan upaya penerapannya secara tepat dan baik,
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rakyat, masyarakat
dan negara; dan
2.
Memperoleh hasil ilmiah dan melakukan usaha
penggunaannya, yang termasuk dalam tugas Universitas untuk perkembangan
kebangsaan dan perkembangan rakyat.
Dasar Demokrasi dijelmakan dalam bentuk antara lain :
1.
Penerimaan mahasiswa yang bebas dan leluasa, dengan
mengingat batas yang layak bagi penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang
baik; dan
2.
Susunan alat-alat perlengkapan universitas atas dasar
pembagian fungsi
Dasar Kemasyarakatan dijelmakan dalam bentuk-bentuk
antara lain:
1.
Tugas sosial dengan ikut serta menyelenggarakan usaha
membangun, memelihara, dan mengembangkan hidup kemasyarakatan dan kebudayaan,
sebagai penunjuk jalan, penggalang, pengasuh dan hati nurani masyarakat; dan
2.
Mempunyai dan menyelenggarakan sistem dan susunan
pelajaran yang ditujukan untuk mendidik tenaga ahli yang memenuhi kebutuhan
masyarakat dan negara.
Dasar Kekeluargaan dijelmakan dalam bentuk-bentuk
antara lain:
1.
Kekeluargaan yang hakekatnya mengandung kepentingan
bersama, kerja sama, dan bentu membantu yang sesuai dengan minat, kecakapan dan
kedudukan, yang kesemuanya itu mengandung sikap harga-menghargai, kebebasan,
dan kehendak serta itikad baik antara yang satu dengan lainnya; dan
2.
Pembentukan badan-badan kekeluargaan di Universitas
bagi warga Universitas, guna memelihara kepentingan dan tata-tertib dalam
keluarga Universitas.
Mungkin sekarang kekuatan cita-cita UGM tersebut di
atas belum besar di kalangan sivitas akademika UGM. Tetapi, kekuatan itu akan
terus berkembang dan meningkat (Sumber: Bukti Kenangan Seperempat Abad
Universitas Gadjah Mada dan Statuta Universitas Gadjah Mada).
3.
UI
Universitas Indonesia adalah kampus
modern, komprehensif, terbuka, multi budaya, dan humanis yang mencakup disiplin
ilmu yang luas. UI saat ini secara simultan selalu berusaha menjadi salah satu
universitas riset atau institusi akademik terkemuka di dunia. Sebagai
universitas riset, upaya-upaya pencapaian tertinggi dalam hal penemuan,
pengembangan dan difusi pengetahuan secara regional dan global selalu
dilakukan. Sementara itu, UI juga memperdalam komitmen dalam upayanya di bidang
pengembangan akademik dan aktifitas penelitian melalui sejumlah disiplin ilmu
yang ada dilingkupnya.
UI berdiri pada tahun 1849 dan
merupakan representasi institusi pendidikan dengan sejarah paling tua di Asia.
Telah menghasilkan lebih dari 400.000 alumni, UI secara kontinyu melanjutkan
peran pentingnya di level nasional dan dunia. Bagaimanapun UI tidak bisa
melepaskan diri dari misi terkininya menjadi institusi pendidikan berkualitas
tinggi, riset standar dunia dan menjaga standar gengsi di sejumlah jurnal
internasional nomor satu.
Dengan predikat sebagai kampus terbaik
negeri ini, UI secara aktif mengembangkan kerja sama global dengan banyak
perguruan tinggi ternama dunia. Beberapa universitas terkemuka yang saat ini
tercatat memiliki perjanjian dengan UI diantaranya adalah: Washington University, Tokyo University, Melbourne University, Sydney University, Leiden University, Erasmus University, Kyoto University, Peking University, Tsinghua University, Australian National University, and National University of Singapore. Selain itu, UI saat ini juga memperkuat kerjasamanya dengan beberapa
asosiasi pendidikan dan riset diantaranya: APRU (Association of
Pacific Rim Universities) dengan peran sebagai Board of Director,AUN (ASEAN University
Network), and ASAIHL (Association of
South East Asia Institution of Higher Learning).
Secara geografis, posisi kampus UI
berada di dua area berjauhan, kampus Salemba dan kampus Depok. Mayoritas
fakultas berada di Depok dengan luas lahan mencapai 320 hektar dengan atmosfergreen campus karena hanya 25% lahan digunakan sebagai sarana
akademik, riset dan kemahasiswaan. 75% wilayah UI bisa dikatakan adalah area
hijau berwujud hutan kota dimana di dalamnya terdapat 8 danau alam. Sebuah area
yang menjanjikan nuansa akademik bertradisi yang tenang dan asri.
Zaman Pendudukan Belanda
(1849-1946) : Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1849 membangun sebuah universitas
yang kemudian diberi nama Dokter-Djawa School (School of
Medicine for Javanese) pada Januari 1851, sekolah tinggi ini mengkhususkan
diri pada ilmu kedokteran.
Setelah sempat mengalami perubahan nama di akhir abad
19, tepatnya di tahun 1898, nama Dokter-Djawa School berubah
menjadi School tot Opleiding van Indische Artsen (School of
Medicine for Indigenous Doctors) atau STOVIA. Selama 75 tahun STOVIA
berfungsi sebagai tempat pendidikan terbaik untuk calon dokter di Indonesia
sebelum ditutup pada 1927.
Namun demikian, sebuah Sekolah Kedokteran kemudian
dibangun bersama dengan empat sekolah tinggi lain di beberapa kota di Jawa.
Sekolah tinggi tersebut adalah Technische Hoogeschool te Bandoeng(Fakultas
Teknik) yang berdiri di Bandung pada 1920, Recht Hoogeschool (Fakultas
Hukum) di Batavia pada 1924, Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte (Fakultas
Sastra dan Kemanusiaan) di Batavia pada 1940, dan setahun kemudian dibangunlah Faculteit
van Landbouwweteschap (Fakultas Pertanian) di Bogor.
Lima sekolah tinggi tersebut merupakan pilar dalam
menciptakan the Nood-universiteit (Universitas Darurat), yang
dibangun pada tahun 1946.
Zaman Kemerdekaan
(1947-1960an) : Nood-universiteit berganti nama menjadi Universiteit van
Indonesië pada tahun 1947 dan berpusat di Jakarta. Beberapa professor
nasionalis, salah satunya adalah Prof. Mr. Djokosoetono, melanjutkan fungsinya
sebagai pengajar untuk Universiteit van Indonesië di
Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibukota negara.
Ibukota Indonesia kemudian kembali ke Jakarta pada
1949 setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Universiteit
van Indonesië Yogjakarta juga kembali pindah ke Jakarta.
Universiteit van Indonesië kemudian
disatukan menjadi “Universiteit Indonesia” pada 1950. Universitas
ini mempunyai Fakultas Kedokteran, Hukum, Sastra dan Filsafat di Jakarta,
Fakultas Teknik terletak di Bandung, Fakultas Pertanian di Bogor, Fakultas
Kedokteran Gigi di Surabaya, serta Fakultas Ekonomi ada di Makasar.
Fakultas-fakultas yang berada di luar Jakarta kemudian
berkembang menjadi universitas-universitas terpisah di antara tahun
1954-1963. Universitas Indonesia di Jakarta mempunyai kampus di Salemba
dan terdiri dari beberapa Fakultas seperti: Kedokteran, Kedokteran Gigi,
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Sastra, Hukum, Ekonomi, dan Tehnik.
Pada perkembangan selanjutnya berdirilah Fakultas
Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kesehatan Masyarakat, llmu
Komputer dan kemudian Fakultas Keperawatan.
Zaman Modern
(1970an-sekarang) : Sebelum kampus Universitas Indonesia di Depok
dibangun pada 1987, Universitas Indonesia memiliki tiga lokasi kampus yaitu di
Salemba, Pegangsaan Timur dan Rawamangun. Setelah kampus baru didirikan
di lahan seluas 320 hektare di Depok, kampus Rawamangun dipindah sementara
kampus Salemba masih dipertahankan untuk Fakultas Kedoktera, Kedokteran Gigi
dan Program Pascasarjana.
Tidak lama setelah tahun 2000, Universitas Indonesia
menjadi satu dari beberapa universitas yang mempunyai status Bdan Hukum
Milik Negara di Indonesia. Perubahan status ini membawa perubahan yang
signifikan untuk Universitas Indonesia yaitu otonomi yang lebih besar dalam
pengembangan akademis dan pengelolaan keuangan sehingga universitas tumbuh
menjadi universitas berkelas dunia.
Dari perspektif sejarah ini, Universitas Indonesia
telah tumbuh secara progresif menjadi sebuah institusi yang mengarah menjadi
pemimpin di bidang kemanusiaan dan peradaban dengan menyeimbangkan nilai-nilai
akademis, moralitas dan seni. Melalui kelebihan-kelebihan ini, Universitas
Indonesia berniat untuk menghasilkan bangsa Indonesia menjadi masyarakat yang
lebih makmur dan demokratis, dengan berfokus pada perdamaian, keadilan dan
nilai-nilai peduli lingkungan yang kuat.
4.
ITS
Kampus ITS Sukolilo
menempati areal seluas 180 hektar dengan luas bangunan seluruhnya kurang lebih
150.000 m2. Selain itu terdapat Kampus Manyar yang dipergunakan oleh Program
D-3 Teknik Sipil dengan luas bangunan 5.176 m2 dan Kampus ITS Cokroaminoto yang
dipergunakan untuk magister manejemen serta beberapa lembaga kerjasama dengan
luas bangunan 4.000 m2.
Mempunyai staf pengajar
sebanyak 1012 orang yang terdiri dari 28 orang profesor, 133 orang doktor,434
orang master dan lainnya sarjana lulusan perguruan tinggi terkemuka di luar dan
dalam negeri serta profesional di bidangnya, menjadikan ITS sebagai sumber
acuan perguruan tinggi lain di kawasan Indonesia Timur.
Staf non akademik berjumlah
1101 orang yang tersebar pada berbagai bagian administrasi mulai dari rektorat
sampai jurusan-jurusan, selain ada yang bertugas di laboratorium-laboratorium.
Jumlah mahasiswa ITS yang
terdaftar pada tahun ajaran 2002/2003 berjumlah 17.672 mahasiswa yang terdiri
dari 21 mahasiswa Program Doktor, 1.605 mahasiswa Program Magister, 11.666
mahasiswa Program Sarjana, 4.270 mahasiswa Program D-3 dan Politeknik serta 110
mahasiswa Program D-4. Sampai saat wisuda ke-86 Maret 2003, ITS telah
meluluskan sebanyak 37.208 wisudawan. Mereka terdiri dari 1.389 program
magister, 22.833 program sarjana, 12.841 program D-3 dan Politeknik, 145
Program D-4 Teknik Kesehatan Lingkungan dan Politeknik.
Sampai tahun 2003, ITS
memiliki 5 Fakultas dengan 4 Program Doktoral, 12 Program Magister, 22
jurusan/program studi tingkat sarjana (10 jurusan diantaranya juga
menyelenggarakan program ekstensi S-1 atau lintas jalur), 6 Program Studi D-3
(5 program diantaranya juga menyelenggarakan program ekstensi D-3), 2 Program
Studi D-4 dan 2 Politeknik dengan 8 Program Studi (seluruhnya juga
menyelenggarakan program ekstensi).
Pada tahun 1957 ketika PII Cabang Jawa Timur
mengadakan lustrum pertama, kembali gagasan itu dilontarkan. Sebagai hasilnya,
dr. Angka Nitisastro, seorang dokter umum, bersama dengan insinyur-insinyur PII
cabang Jawa Timur memutuskan untuk mewujudkan berdirinya sebuah Yayasan
Perguruan Tinggi Teknik.
Beberapa alasan pokok pendirian yayasan tersebut
antara lain:
·
Lahan Indonesia yang luas dan memiliki kekayaan hasil
alam yang melimpah dan belum dimanfaatkan
·
Kebutuhan akan tenaga insinyur sekitar 7000 untuk
melaksanakan program-program pembangunan dan industri di dalam negeri.
·
Melihat perbandingan dengan jumlah insinyur di negara
maju dan berkembang lainnya yang jauh melebihi jumlah di negara kita.
Pada tanggal 17 Agustus 1957, secara resmi berdirilah
Yayasan Perguruan Tinggi Teknik (YPTT) yang diketuai oleh dr. Angka Nitisastro.
Yayasan tersebut dibentuk sebagai wadah untuk
memikirkan tindakan-tindakan lebih lanjut dan memperbincangkan sedalam-dalamnya
segala konsekuensi yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam rangka
membulatkan tekad mendirikan sebuah Perguruan Tinggi Teknik di kota Surabaya.
Pada tanggal 10 Nopember 1957, Yayasan mendirikan
“PERGURUAN TEKNIK 10 NOPEMBER SURABAYA” yang pendiriannya diresmikan oleh
presiden Soekarno. Perguruan Tinggi Teknik 10 Nopember Surabaya hanya memiliki
dua jurusan yaitu, Jurusan Teknik Sipil dan Jurusan Teknik Mesin.
Setelah beberapa tahun melalui usaha-usaha yang
dirintis oleh tokoh-tokoh dari YPTT, Perguruan Tinggi Teknik 10 Nopember diubah
statusnya menjadi Perguruan Tinggi Negeri dengan nama: “INSTITUT TEKNOLOGI
SEPULUH NOPEMBER DI SURABAYA”.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yang semula
memiliki 2 (dua) jurusan yaitu Teknik Sipil dan Teknik Mesin berubah menjadi
lima yaitu: Teknik Sipil, Teknik Elektro, Teknik Mesin, Teknik Perkapalan, dan
Teknik Kimia. Jurusan- jurusan tersebut kemudian berubah menjadi fakultas.
Kemudian dengan peraturan pemerintah No. 9 tahun 1961 (ditetapkan kemudian pada
tanggal 23 Maret 1961) ditetapkan bahwa Dies Natalis Institut Teknologi Sepuluh
Nopember yang pertama adalah tanggal 10 Nopember 1960.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1965
berdasarkan SK Menteri No. 72 tahun 1965, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya ( ITS) membuka dua fakultas baru, yaitu, Fakultas Teknik Arsitektur
dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam. Dengan demikian sejak saat itu, ITS
mempunyai tujuh fakultas yang tersebar di beberapa tempat, yaitu: Jl. Simpang
Dukuh 11, Jl. Ketabang Kali 2F, Jl. Baliwerti 119-121, Jl. Basuki Rahmat 84
sebagai kantor pusat ITS.
Pada tahun 1972, Fakultas Teknik Sipil pindah ke
Jl.Manyar 8, sehingga ITS semakin terpencar. Kemudian pada akhir 1975, Fakultas
Teknik Arsitektur pindah ke kampus baru di Jl. Cokroaminoto 12A Surabaya.
Demikian pula pada tahun 1973 kantor pusat ITS pindah ke alamat yang sama. Pada
tahun 1973 disusunlah rencana induk pengembangan jangka panjang (20 tahun)
sebagai pedoman pengembangan ITS selanjutnya.
Rencana Induk Pengembangan ITS menarik perhatian Asian
Development Bank (ADB) yang kemudian menawarkan dana pinjaman sebesar US $ 25
juta untuk pengembangan empat fakultas, yaitu, Fakultas Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Mesin, Fakultas Teknik Elektro, dan Fakultas Teknik Kimia.
Pada tahun 1977 dana dari ADB tersebut sebagian
digunakan untuk membangun kampus ITS Sukolilo bagi empat fakultas tersebut di
atas. Pada tahun 1981 pembangunan gedung di kampus Sukolilo sebagian sudah selesai.
Pembangunan kampus Sukolilo tahap I dapat diselesaikan dan diresmikan
penggunaannya pada tanggal 27 Maret 1982.
Dalam perjalanan pengembangannya, ITS pada tahun 1983
mengalami perubahan struktur organisasi yang berlaku bagi universitas atau
institut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1980, Peraturan
Pemerintah No. 27 tahun 1981 dan Keputusan Presiden No. 58 tahun 1982, ITS
berubah menjadi hanya 5 fakultas saja, yaitu Fakultas Teknik Industri, Fakultas
Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Fakultas Non Gelar Teknologi (Program-Program
Non Gelar).
Sejak tahun 1991 terjadi perubahan menjadi 4 fakultas,
yaitu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Teknologi
Industri (FTI), Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), dan Fakultas
Teknologi Kelautan (FTK). Jurusan yang ada di Fakultas Non Gelar Teknologi
diintegrasikan ke jurusan sejenis di 2 fakultas (FTI dan FTSP). Selain itu ITS
juga mempunyai 2 Politeknik yaitu Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS)
dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).
Pada tahun 1994 kembali ITS memperoleh dana pinjaman
ADB sebesar US $ 47 juta untuk pengembangan semua fakultas dengan fokus
teknologi kelautan. Program ini selesai pada April 2000. Selain itu ITS juga
telah memperoleh dana hibah dari pemerintah Jerman/GTZ (1978-1986) untuk
pengembangan Fakultas Teknik Perkapalan.
Tahun 2001, berdasarkan SK Rektor tanggal 14 Juni
2001, ITS membentuk fakultas baru yaitu Fakultas Teknologi Informasi (FTIF)
dengan 2 jurusan/program studi: Jurusan Teknik Informatika dan Program Studi
Sistem Informasi.
5.
UPI
Universitas Pendidikan Indonesia didirikan pada
tanggal 20 Oktober 1954 di Bandung, diresmikan oleh Menteri Pendidikan
Pengajaran Mr. Muhammad Yamin. Semula bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru
(PTPG), didirikan dengan latar belakang sejarah pertumbuhan bangsa, yang
menyadari bahwa upaya mendidik dan mencerdaskan bangsa merupakan bagian penting
dalam mengisi kemerdekaan. Beberapa alasan didirikannya PTPG antara lain:
Pertama, setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, bangsa Indonesia sangat
haus pendidikan. Kedua, perlunya disiapkan guru yang bermutu dan bertaraf
universitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang akan merintis
terwujudnya masyarakat yang sejahtera.
Gedung utama UPI bermula dari puing sebuah villa yang
bernama Villa Isola, merupakan gedung bekas peninggalan masa sebelum Perang
Dunia II. (Pada masa perjuangan melawan penjajah, gedung ini pernah dijadikan
markas para pejuang kemerdekaan). Puing puing itu dibangun kembali dan kemudian
menjelma menjadi sebuah gedung bernama Bumi Siliwangi yang megah dengan gaya
arsitekturnya yang asli.
Di sinilah untuk pertama kalinya para pemuda mendapat
gemblengan pendidikan guru pada tingkat universitas, sebagai realisasi
Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Nomor 35742 tanggal 1 September 1954 tentang pendirian PTPG/Perguruan Tinggi
Pendidikan Guru).
Pada mulanya PTPG dipimpin oleh seorang Dekan yang
membawahi beberapa jurusan dan atau balai, yakni:
·
Ilmu Pendidikan
·
Ilmu Pendidikan Jasmani;
·
Bahasa dan Kesusastraan Indonesia;
·
Bahasa dan Kesusastraan Inggris;
·
Sejarah Budaya;
·
Pasti Alam;
·
Ekonomi dan Hukum Negara; dan
·
Balai Penelitian Pendidikan.
Sejalan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan No. 40718/S pada waktu itu, yang menyatakan bahwa
PTPG dapat berdiri sendiri menjadi perguruan tinggi atau perguruan tinggi dalam
universitas, maka seiring dengan berdirinya Universitas Padjadjaran (UNPAD),
pada tanggal 25 November 1958 PTPG diintegrasikan menjadi fakultas utama
Universitas Padjadjaran dengan nama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP).
Untuk memantapkan sistem pengadaan tenaga guru dan
tenaga kependidikan, berbagai kursus yang ada pada waktu itu, yaitu pendidikan
guru B I dan B II, diintegrasikan ke dalam FKIP melalui Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 1961. Selanjutnya FKIP berkembang
menjadi FKIP A dan FKIP B. Pada saat yang sama, berdiri pula Institut
Pendidikan Guru (IPG), yang mengakibatkan adanya dualisme dalam lembaga
pendidikan guru. Untuk menghilangkan dualisme tersebut, pada tanggal 1 Mei 1963
dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1963, yang melebur FKIP dan IPG
menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) sebagai satu satunya
lembaga pendidikan guru tingkat universitas. FKIP A/FKIP B dan IPG yang ada di
Bandung akhirnya menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung (IKIP
Bandung).
IKIP Bandung saat itu telah memiliki lima fakultas,
yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, Fakultas
Keguruan Sastra dan Seni, Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta, dan Fakultas Keguruan
Ilmu Teknik. Kebutuhan akan tenaga guru kian mendesak, demikian pula tumbuhnya
hasrat untuk meningkatkan dan memeratakan kemampuan para guru. Hal ini
mendorong IKIP Bandung membuka ekstension, antara tahun 1967 1970 IKIP Bandung
membuka ekstension di hampir seluruh kabupaten di Jawa Barat.
Peranan IKIP Bandung di tingkat nasional semakin
menonjol, setelah pemerintah menetapkan bahwa IKIP Bandung menjadi IKIP Pembina
yang diserahi tugas membina beberapa IKIP di luar Pulau Jawa, yaitu IKIP
Bandung Cabang Banda Aceh, Palembang, Palangkaraya, dan Banjarmasin. Sesuai
dengan kebijaksanaan Departemen P dan K, pada awal tahun 1970 an, secara
bertahap ekstension tersebut ditutup dan cabang cabang IKIP di daerah menjadi
fakultas di lingkungan universitas di daerah masing masing.
Untuk meningkatkan mutu tenaga pengajar, pada tahun
1970 IKIP Bandung membuka program Pos Doktoral melalui pembentukan Lembaga
Pendidikan Pos Doktoral (LPPD) PPS yang mengelola Program S2 dan S3. Pada tahun
1976 LPPD diubah namanya menjadi Sekolah Pasca Sarjana, pada tahun 1981 berubah
menjadi Fakultas Pasca Sarjana dan tahun 1991 menjadi Program Pascasarjana
(PPS).
Penataan program pendidikan tinggi yang dilakukan oleh
pemerintah dengan menerapkan multiprogram dan multistrata, ditindaklanjuti IKIP
Bandung dengan membuka Program Diploma Kependidikan. Untuk meningkatkan
kualifikasi guru SD menjadi lulusan D II, tahun ajaran 1990/ 1991,
diselenggarakan Program D II Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selain
diselenggarakan di Kampus Bumi Siliwangi program ini juga diselenggarakan di
Unit Pelaksana Program (UPP) pada beberapa sekolah eks SPG yang
diintregarasikan ke IKIP. Guna meningkatkan kualifikasi Guru Taman Kanak-kanak
atau play group pada tahun 1996/1997 IKIP Bandung membuka Program D II PGTK.
Seiring dengan kebijakan pemerintah di bidang
pendidikan tinggi yang memberikan perluasan mandat bagi Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) yang harus mampu mengikuti tuntutan perubahan serta
mengantisipasi segala kemungkinan dimasa datang , IKIP Bandung diubah menjadi
Universitas Pendidikan Indonesia melalui Keputusan Presiden RI No. 124 tahun
1999 tertanggal 7 Oktober 1999.
Untuk memperluas jangkauan dalam mendukung pembangunan
nasional, UPI harus mampu berdiri sendiri dan berkiprah. Kebulatan tekad ini
menumbuhkan keyakinan akan kemampuan yang telah dimilikinya. Tekad ini memberi
keyakinan kepada pemerintah bahwa UPI telah dapat bediri sendiri dan dapat
diberikan tanggung jawab yang lebih besar. Dengan kepercayaan ini, melalui
Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2004. UPI diberi otonomi dan menjadi Perguruan
Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN)
Pengembangan dan peningkatan UPI tidak saja
berorientasi pada bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai bidang, termasuk
pemantapan konsep dan rencana pembangunannya. Melalui bantuan Islamic
Development Bank (IDB) tengah merancang dan menata pembangunan gedung kampus
yang megah, modern dan representatif sebagai penunjang kegiatan belajar
mengajar. Bermodalkan kemampuan yang dimiliki Universitas Pendidikan Indonesia
bertekad menjadikan lembaga pendidikan ini terdepan dan menjadi Universitas
Pelopor dan Unggul (a Leading and Outstanding University).
6.
IPB
Institut
Pertanian Bogor adalah lembaga pendidikan tinggi pertanian yang secara historis
merupakan bentukan dari lembaga-lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian
serta kedokteran hewan yang dimulai telah pada awal abad ke-20 di Bogor. Sebelum
Perang Dunia II, lembaga-lembaga pendidikan menengah tersebut dikenal dengan
nama Middelbare Landbouwschool, Middelbare Bosbouwschool dan Nederlandsch
Indiche Veeartsenschool.
IPB
saat ini berlokasi di Jalan Raya Dramaga,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sejarah perkembangan IPB
dimulai dari tahapan embrional (1941-1963), tahap pelahiran dan pertumbuhan
(1963-1975), tahap pendewasaan (1975-2000), tahap implementasi otonomi IPB
(2000-2005) dan menuju tahap IPB berbasis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang
akan dimulai pada tahun 2006. Pada tahun 2007 secara embrional IPB direncanakan
menjadi universitas riset.
Lahirnya
IPB pada tanggal 1 September 1963 berdasarkan keputusan Menteri Perguruan
Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 92/1963 yang kemudian disyahkan oleh
Presiden RI Pertama dengan Keputusan No. 279/1965. Pada saat itu, dua fakultas
di Bogor yang berada dalam naungan UI berkembang menjadi 5 fakultas, yaitu
Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan, Fakultas
Peternakan dan Fakultas
Kehutanan. Pada tahun
1964, lahir Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian yang kini menjadi
Fakultas Teknologi Pertanian.
Pada
tanggal 26 Desember 2000, pemerintah Indonesia mengesahkan status otonomi IPB
berdasarkan PP no. 152. Semenjak itu IPB merupakan perguruan tinggi berstatus
Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Tahun
2004 IPB menerapkan sistem mayor minor sebagai pengganti sistem kurikulum
nasional. Sistem ini hanya diterapkan di IPB. Setiap
mahasiswa IPB dimungkinkan mengambil dua atau bahkan lebih mata keahlian
(jurusan) yang diminatinya.
7.
UNS
Universitas
Sebelas Maret berdiri sejak 11 Maret 1976, yang awalnya
merupakan gabungan dari 5 perguruan tinggi yang ada di Surakarta. 5 perguruan
tinggi tersebut: Institut Pelatihan dan Pendidikan Guru Surakarta, Sekolah
Menengah Olahraga Surakarta, Akademi Administrasi Bisnis Surakarta, Universitas
Gabungan Surakarta (universitas ini adalah gabungan dari beberapa universitas
di Surakarta termasuk Universitas Islam Indonesia Surakarta) dan Fakultas
Obat-obatan Departemen Pertahanan dan Keamanan Pengembangan Pendidikan Tinggi
Nasional Surakarta. Pengabungan beberapa perguruan tinggi tersebut, mempunyai
satu tujuan yang besar, yakni meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di
Surakarta. Setelah 5 tahun melakukan konsolidasi, UNS mempersiapkan diri untuk
memulai proses perkembangannya. Pembanguan secara fisik dimulai pada tahun
1980. Di bawah kepemimpinan dr. Prakosa, kampus yang semula terletak di di
beberapa tempat disatukan dalam suatu kawasan. Lokasi tersebut adalah di daerah
Kenthingan, di tepi Sungai Bengawan Solo, dengan cakupan area
sekitar 60 hektar. Di daerah Kenthingan inilah, pembangunan kampus tahap
pertama berakhir pada tahun 1985.
Pembangunan
fisik kampus yang tergolong cepat, juga diimbangi dengan perkembangan di sektor
yang lain. Tahun 1986, Prof. Dr. Koento Wibisono selaku rektor berikutnya,
melakukan peletakan dasar-dasar percepatan pertumbuhan, Pada masa ini,
perubahan telah terjadi, seperti perkembangan yang cukup bagus dalam bidang
akademik dan jumlah staf, juga dalam penguatan infrastruktur kampus.
Setelah
Prof. Haris Mudjiman, Ph.D menjadi rektor berikutnya, percepatan UNS dimulai
untuk melangkah ke arah yang lebih baik. Semangat dan komitmen yang tinggi
untuk melakukan perubahan sangatlah dibutuhkan untuk membuat kemajuan di setiap
sisi kehidupan UNS. Efek dari perubahan tersebut sangatlah mengesankan.
Sekarang
ini, UNS merupakan universitas muda dengan pertumbuhan yang luar biasa. Dengan
berbagai potensi yang ada, misal seperti dokter bedah kulit dengan reputasi
nasional (Fakultas Kedokteran), penemuan starbio dan padi tahan garam (Fakultas
Pertanian), dan beberapa kemajuan yang terjadi di setiap fakultas dan unit-unit
kerja lainnya. UNS juga melakukan langkah maju dalam perkembangan teknologi
informasi. Dengan ekspansi jaringan teknologi informasi yang lebih besar lagi,
Pusat Komputer UNS Solo membuat torehan sejarah UNS dalam buku kemajuan dan
perkembangan UNS. Torehan-torehan sejarah yang lebih mengesankan lainnya akan
terjadi seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan universitas ini.
8.
UNAIR
Visi
Menjadi
universitas yang mandiri, inovatif, terkemuka di tingkat nasional dan
internasional, pelopor pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora, dan seni berdasarkan moral agama.
internasional, pelopor pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora, dan seni berdasarkan moral agama.
Misi
1.
Menyelenggarakan
pendidikan akademik, vokasional dan profesi;
2.
Menyelenggarakan
penelitian dasar, terapan, dan penelitian kebijakan yang inovatif untuk
menunjang pengembangan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat;
3.
Mendharmabaktikan
keahlian dalam bidang ilmu, teknologi, humaniora dan seni kepada masyarakat;
4.
Mengupayakan
kemandirian dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi melalui pengembangan
kelembagaan manejemen modern yang berorientasi pada mutu dan kemampuan bersaing
secara internasional.
Tujuan
1.
Menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, humaniora dan seni, serta dapat bersaing di pasar internasional
berdasarkan moral agama;
2. Menghasilkan
penelitian inovatif yang mendorong pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
humaniora, dan seni dalam skala nasional maupun internasional;
3. Menghasilkan pengabdian kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu menyelesaikan masalah secara mandiri dan berkelanjutan;
4. Mewujudkan kemandirian universitas yang adaptif, kreatif, proaktif terhadap tuntutan perkembangan lingkungan yang strategis.
3. Menghasilkan pengabdian kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu menyelesaikan masalah secara mandiri dan berkelanjutan;
4. Mewujudkan kemandirian universitas yang adaptif, kreatif, proaktif terhadap tuntutan perkembangan lingkungan yang strategis.
Strategi untuk mencapai
tujuan tersebut harus didukung oleh faktor pendukung internal maupun eksternal.
Arah dan pengembangan Universitas Airlangga telah dirumuskan dalam Renstra
Universitas Airlangga.
1. Pola pengelolaan akademik dikembangkan ke arah
desentralisasi akademik dan pola pengembangan keuangan di kembangkan ke arah
sentralisasi.
2. Jumlah dan kompetensi dosen akan terus ditingkatkan dan
didayagunakan agar mampu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarakat.
3. Lahan dan bangunan kampus terus dikembangkan secara
efisien dan efektif dalam suatu penataan kampus yang modern dan berwawasan
lingkungan, juga perlu direncanakan pengembangan kampus baru di luar kampus
yang telah ada sekarang.
4. Pengembangan organisasi dan kelembagaan diarahkan untuk
membangun aliansi strategis dan kerjasama kelembagaan dalam rangka pengembangan
universitas.
5. Pola pengembangan pendidikan dan manajemen diarahkan untuk
memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan teknologi informasi.
6. Pola pengelolaan universitas dikembangkan untuk
mengeksplorasi semua potensi secara optimal, sinergi, dan berkelanjutan dalam
pengembangan pendidikan tinggi.
7. Jumlah fakultas dan jumlah program studi yang ada akan
terus ditingkatkan dengan prioritas yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat serta pengembangan ilmu dan teknologi.
Sejarah
Universitas Airlangga berawal dari cikal-bakal lembaga pendidikan Nederlands
Indische Artsen School (NIAS) dan School Tot Opleiding van Indische Tandartsen
(STOVIT), masing-masing didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1913 dan 1928. Setelah masa pergolakan kemerdekaan sempat terganggu
kelancarannya, pada tahun 1948 pemerintah pendudukan Belanda mendirikan
Tandheelkunding Instituut yang merupakan cabang Universiteit van Indonesie
Jakarta dan membuka kembali NIAS dengan nama Faculteit der Geneeskunde yang
juga sebagai cabang Universiteit van Indonesie Jakarta.
Pemerintah
Republik Indonesia baru resmi membuka Universitas Airlangga Surabaya yang
merupakan lembaga pendidikan tinggi pertama di kawasan timur Indonesia – pada
tahun 1954. Peresmian Universitas Airlangga dilakukan oleh Presiden RI pertama,
Dr. Ir. Soekarno, yang bertepatan dengan peringatan hari Pahlawan yang ke-9,
tanggal 10 November 1954. Secara legal pendiriannya ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah No. 57/1954.
Pada
saat diresmikan Universitas Airlangga terdiri atas lima fakultas, yaitu :
1. FaKultas Kedokteran;
1. FaKultas Kedokteran;
2. Fakultas
Kedokteran Gigi, yang semula merupakan cabang dari Universitas Indonesia;
3. Fakultas
Hukum, yang semula merupakan cabang dari Universitas Gadjah Mada;
4. Fakultas
Sastra, yang berkedudukan di Denpasar, yang pada tahun 1962 fakultas ini
memisahkan diri dari Universitas Airlangga untuk menjadi bagian dari
Universitas Udayana;
5. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, yang berkedudukan di Malang, dan pada tahun 1963
memisahkan diri dari Universitas Airlangga menjadi Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) Negeri Malang, yang sekarang telah berubah menjadi Universitas
Negeri Malang (UM).
Sejak
didirikan, Universitas Airlangga terus berkembang, antara lain dengan
melahirkan fakultas-fakultas baru. Secara berturut-turut fakultas-fakultas yang
lahir adalah :
1. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, berdiri tahun 1961 yang berasal dari Perguruan Tinggi Ekonomi Surabaya;
1. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, berdiri tahun 1961 yang berasal dari Perguruan Tinggi Ekonomi Surabaya;
2. Fakultas
Farmasi, berdiri tahun 1963;
3. Fakultas
Kedokteran Hewan, berdiri tahun 1972 yang berasal dari Universitas Brawijaya;
4. Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, berdiri tahun 1977;
5. Fakultas
Sains dan Teknologi, berdiri pada tahun 1982, yang sebelumnya bernama Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan;
6. Fakultas
Non Gelar Kesehatan, merupakan pengembangan dari Pendidikan Ahli Laboratorium
(PALK). Pada tahun 1993 lembaga ini ditutup dan diintegrasikan pada beberapa
Fakultas, berdasarkan jenis program studinya;
7. Fakultas
Pascasarjana, berdiri pada tahun 1982, selanjutnya pada tahun 1991 berubah
menjadi Program Pascasarjana;
8. Fakultas
Psikologi, berdiri pada tahun 1993, merupakan pengembangan dari Program Studi
Psikologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik;
9. Fakultas
Ilmu Kesehatan Masyarakat, berdiri tahun 1993, merupakan pengembangan dari
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kedokteran;
10. Fakultas
Sastra, berdiri pada tahun 1998, yang merupakan pengembangan dari Program Studi
Sastra Indonesia dan Program Studi Sastra Inggris pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik dan mulai tahun 2008 berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya;
11. Fakultas
Keperawatan, berdiri pada tahun 2008, merupakan pengembangan dari Program Studi
Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran;
12. Fakultas
Perikanan dan Kelautan, berdiri pada tahun 2008, merupakan pengembangan dari
Program Studi Budidaya Perikanan pada Fakultas Kedokteran Hewan.
Perkembangan
tersebut menandakan bahwa kehadiran dan kiprah Universitas Airlangga diterima,
diapresiasi, dan dibutuhkan oleh masyarakat. Perkembangan tersebut saat ini
terus berlangsung, antara lain dengan pembukaan program-program studi baru,
peningkatan dan pengembangan bidang dan strata pendidikan yang ada, sehingga
saat ini Universitas Airlangga dengan tiga belas fakultas dan satu program
pascasarjana dan memiliki 127 program studi (prodi) dari berbagai jenjang,
meliputi program akademik, vokasi, dan spesialis, yang mampu melayani lebih
dari 20.000 mahasiswa.
Nama-nama
Rektor yang pernah dan sedang memimpin Universitas Airlangga adalah :
1.
Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo. [Tahun 1954-1961]
2.
Prof. Dr. Moh. Toha. [Tahun 1961-1965]
3.
Kol. CKH. Chasan Durjat, SH. [Tahun 1965-1966]
4.
Prof. Dr. Dr. Eri Sudewo. [Tahun 1966-1974]
5.
Prof. Dr. Kwari Setjadibrata. [Tahun 1974-1975]
6.
Prof. Abdul Gani, SH., MS. [Tahun 1976-1980]
7.
Prof. Dr. dr. Marsetio Donosepoetro. [Tahun 1980-1984]
8.
Prof. Dr. Soedarso Djojonegoro. [Tahun 1984-1993]
9.
Prof. Dr. H. Bambang Rahino S. [Tahun 1993-1997]
10.
Prof. Dr. H. Soedarto, DTM&H., Ph.D. [Tahun 1997-2001]
11.
Prof. Dr. Med. Dr. H. Puruhito. [Tahun 2001-2006]
12.
Prof. Dr. H. Fasich, Apt. [Tahun 2006-sekarang]
Universitas
Airlangga berkomitmen menjadi Universitas yang unggul di tingkat nasional dan
internasional berlandaskan nilai moral melalui:
1.
Penyelenggaraan proses akademik yang berkualitas,
2.
Pengelolaan universitas secara otonom, transparan dan akuntabel, dan
3.
Pengembangan akademik dan manajemen secara berkelanjutan.
Universitas Airlangga sebagai perguruan tinggi otonom
berkomitmen menerapkan prinsip "excellence with morality" dengan
sistem tata kelola universitas yang baik (Good University Governance) yang
bercirikan kejujuran, amanah, kerjasama, disiplin, transparansi, dan
keunggulan.
9.
UNNES
Sekitar
awal tahun 1950-an masyarakat Jawa Tengah pada umumnya dan masyarakat Semarang
khususnya, membutuhkan kehadiran sebuah universitas sebagai pelaksana
pendidikan dan pengajaran tinggi. Hal itu untuk membantu pemerintah dalam
menangani dan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pada waktu itu di
Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta hanya memiliki Universitas Gajah Mada yang
berstatus sebagai universitas negeri.
Jumlah
lulusan SMU di Jawa Tengah bagian utara yang akan melanjutkan pendidikan tinggi
di universitas makin meningkat, namun karena masih sangat terbatasnya
universitas yang ada, sehingga tidak semua lulusan dapat tertampung. Menyadari
akan kebutuhan pendidikan tinggi yang semakin mendesak, kemudian dibentuk
Yayasan Universitas Semarang dengan Akte Notaris R.M. Soeprapto No. 59 tanggal
4 Desember 1956 sebagai langkah awal didirikannya universitas di Semarang
dengan nama Universitas Semarang.
Beberapa
tokoh yang memprakarsai berdirinya Universitas Semarang diantaranya Mr. Imam
Bardjo, waktu itu menjabat Kepala Kejaksaan atau Pengawas Kejaksaan-Kejaksaan
di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Mr. Sudarto, Mr. Soesanto Kartoatmodjo, dan Mr
Dan Soelaiman, ketiganya jaksa di Semarang.
Sedangkan
beberapa tokoh yang ditetapkan pertama kali sebagai pengurus yayasan dalam akte
notaris, sebagai Ketua Mr. Soedarto, Wakil Ketua Mr. Dan Soelaiman, Panitera
Mr. Soesanto Kartoatmodjo, Bendahara Tuan Achmad Tjokrokoesoemo, Pembantu Mr.
Imam Bardjo, Mr. Goenawan Goetomo, Mr. Tan Tjing Hak, dan Mr. Koo Swan Ik.
Pendirian
Universitas Semarang ternyata mendapat tanggapan dan bantuan dari berbagai
pihak, khususnya masyarakat Semarang, Pemda Propinsi Jawa Tengah, serta Pemkot
Semarang. Secara resmi Universitas Semarang dibuka pada tanggal 9 Januari 1957,
sebagai Presiden Universitas diangkat Mr. Imam Bardjo. Waktu itu beliau juga
memberikan mata kuliah umum Hak-hak Azasi Manusia.
Mengingat
usianya yang masih sangat muda dengan sarana dan prasarana pendidikan yang
masih sangat terbatas, maka pada waktu itu baru dapat dibuka Fakultas Hukum dan
Pengetahuan Masyarakat. Sebagai dekan pertama, Mr. R. Soebijono Tjitrowinoto.
Kemudian pada tanggal 1 Maret 1957 dibuka pendidikan Akademi Administrasi
Negara yang kemudian berubah menjadi Fakultas Sosial dan Politik, dengan dekan
pertama Mr. R. Goenawan Goetomo.
Akademi
Tata Niaga atau yang sekarang menjadi Fakultas Ekonomi dibuka pada tanggal 21
September 1958, sebagai dekan pertama, Dr. Tjioe Sien Kiong. Sedangkan
pendidikan Akademi Teknik, yang kemudian menjadi Fakultas Teknik, dibuka pada
tanggal 20 Oktober 1958, dengan dekan pertama, Prof. Ir. R. Soemarman.
10. UNPAD
Pada
tahun 1950-an, di Bandung sebenarnya telah ada perguruan tinggi seperti
Fakultas Teknik dan Fakultas MIPA yang merupakan bagian dari Universitas
Indonesia (UI) dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Namun, masyarakat
menghendaki sebuah universitas negeri yang menyelenggarakan pendidikan dari
berbagai disiplin ilmu. Perhatian pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat
besar terhadap perlu adanya universitas negeri di Bandung, terutama setelah
Bandung dipilih sebagai kota penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika pada tahun
1955.
Oleh
karena itu, pada tanggal 14 Oktober 1956 terbentuklah Panitia Pembentukan
Universitas Negeri (PPUN) di Bandung. Pembentukan PPUN tersebut berlangsung di
Balai Kotapraja Bandung. Pada rapat kedua tanggal 3 Desember 1956, panitia
membentuk delegasi yang terdiri dari Prof. Muh. Yamin, Mr. Soenardi, Mr. Bushar
Muhammad, dan beberapa orang tokoh masyarakat Jawa Barat lainnya. Tugas
delegasi adalah menyampaikan aspirasi rakyat Jawa Barat tentang pendirian
universitas negeri di Bandung kepada Pemerintah, DPR Kabupaten dan Kota Besar
Bandung, Gubernur Jawa Barat, Presiden UI, Ketua Parlemen, Menteri PPK, bahkan
kepada Presiden Republik Indonesia.
Delegasi
berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga pemerintah melalui SK
Menteri PPK No. 11181/S tertanggal 2 Februari 1957, memutuskan membentuk
Panitia Negara Pembentukan Universitas Negeri (PNPUN) di Kota Bandung.
Pada
tanggal 25 Agustus 1957 dibentuk Badan Pekerja (BP) dan PNPUN tersebut yang
diketuai oleh R. Ipik Gandamana, Gubernur Jawa Barat. BP dibentuk dengan tujuan
untuk mempercepat proses kelahiran UN tersebut. Hasil dari BP adalah lahirnya
Universitas Padjadjaran (Unpad) pada hari Rabu 11 September 1957, dikukuhkan
berdasarkan PP No. 37 Tahun 1957 tertanggal 18 September 1957 (LN RI No. 91
Tahun 1957).
Kemudian
berdasarkan SK Menteri PPK No. 91445/CIII tertanggal 20 September , status dan
fungsi BP diubah menjadi Presidium Unpad yang dilantik oleh Presiden RI tanggal
24 September 1957 di kantor Gubernuran Bandung.
Adapun
nama “Padjadjaran” diambil dari nama Kerajaan Sunda, yaitu Kerajaan Padjadjaran
yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi atau Prabu Dewantaprana Sri Baduga Maharaja
di Pakuan Padjadjaran (1473-1513 M). Nama ini adalah nama yang paling terkenal
dan dikenang oleh rakyat Jawa Barat, karena kemashuran sosoknya di antara
raja-raja yang ada di tatar Sunda ketika itu.
Pada
saat berdirinya, Unpad terdiri dari 4 fakultas: Fakultas Hukum dan Pengetahuan
Masyarakat, Fakultas Ekonomi (keduanya berawal dari Yayasan Universitas Merdeka
di Bandung), Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP, penjelmaan dari
PTPG di Bandung), dan Fakultas Kedokteran.
Pada
18 September 1960, dibuka Fakultas Pendidikan Jasmani (FPJ) sebagai perubahan
dari Akademi Pendidikan Jasmani. Pada tahun 1963-1964, FPJ dan FKIP melepaskan
diri dari Unpad dan masing-masing menjadi Sekolah Tinggi Olah Raga dan Institut
Keguruan & Ilmu Pendidikan (IKIP, sekarang Universitas Pendidikan Indonesia).
Dalam
kurun waktu 6 tahun, di lingkungan Unpad bertambah 8 fakultas yakni: Fakultas
Sosial Politik (13 Oktober 1958, sekarang FISIP), Fakultas Matematika &
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA, 1 November 1958), Fakultas Sastra (1 November
1958, kini menjadi Fakultas Ilmu Budaya), Fakultas Pertanian (Faperta, 1
November 1959), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG, 1 November 1959), Fakultas
Publisistik (18 September 1960, sekarang menjadi Fikom), Fakultas Psikologi
(FPsi, 1 September 1961), dan Fakultas Peternakan (Fapet, 27 Juli 1963).
Tahun
2005, Unpad membuka 3 fakultas baru Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK, 8 Juni
2005), Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan (FPIK, 7 Juli 2005), dan Fakultas
Teknik Industri Pertanian (FTIP, 13 September 2005).
Selama
2 tahun kemudian, Unpad meningkatkan status 2 jurusan di FMIPA, yaitu Jurusan
Farmasi menjadi Fakultas Farmasi (17 Oktober 2006), serta Jurusan Geologi
menjadi Fakultas Teknik Geologi (FTG, 12 Desember 2007).
Dalam
rangka meningkatkan performa universitas, pada 7 September 1982, Unpad membuka
Fakultas Pascasarjana. Fakultas ini menyelenggarakan pendidikan jenjang S-2
(Program Magister) dan S-3 (program Doktor). Pada perkembangan selanjutnya,
Fakultas Pascasarjana statusnya berubah menjadi Program Pascasarjana. Sebagai
upaya memenuhi tenaga-tenaga terampil ahli madya, maka Unpad juga
menyelenggarakan pendidikan Program Diploma (S-0) untuk beberapa bidang ilmu.
Kepemimpinan
di Unpad pun mengalami perkembangan, baik para pejabat, struktur, maupun bentuk
organisasinya. Kepemimpinan yang pertama berbentuk presidium, dengan ketua R.
Ipik. Gandamana, Wakil Ketua R. Djusar Subrata, serta Sekretaris Mr. Soeradi
Wikantaatmadja dan R Suradiradja.
Selanjutnya
pad 6 November 1957 diangkat Presiden Unpad yaitu Mr. Iwa Koesoemasoemantri,
berdasarkan SK Presiden RI No. 14/M/1957, tertanggal 1 Oktober 1957.
Pengambilan sumpah dilakukan di Istana Negara. Dalam pelaksanaan tugasnya,
Presiden Unpad didampingi Senat Universitas dengan Sekretaris Prof. M. Sadarjun
Siswomartojo, Kusumahatmadja, dan Mr. Bushar Muhammad.
Sejak
1963, sebutan Presiden Universitas diubah menjadi Rektor dan sebutan Sekretaris
Universitas atau Kuasa Presiden diubah menjadi Pembantu Rektor.
Oleh : Faisal Ahmad Fani - Universitas Airlangga
No comments:
Post a Comment