Film yang dibintangi Reza
Rahardian dan Bunga Citra Lestari itu menceritakan mengenai perjalanan
hidup Pak Habibie dan juga kisah cintanya dengan Ibu Ainun.
Setting awal dimulai ketika Habibie dan Ainun masih remaja, mereka
memang bersekolah ditempat yang sama dan gurunya kala itu sempat bergurau
dengan mengatakan kalau sebernarnya mereka berjodoh tapi Habibie menyangkalnya,
ia malah mengatakan kalau Ainun itu hitam, jelek, gendut, seperti gula jawa.
Tahun demi tahun pun berlalu, Habibie yang berkuliah di Jerman
terpaksa harus pulang ke Indonesia karena penyakit Tubercolosis yang
dideritanya. Tapi dari situlah cerita cinta Habibie&Ainun berlanjut.
Habibie akhirnya dipertemukan kembali dengan Ainun lewat kue yang harus
diantarkannya ke rumah Ainun.
Ainun yang telah berubah menjadi gadis muda nan cantik pun,
membuat Habibie jatuh hati. Karena kecantikannya banyak pria yang menaruh hati
padanya. Dan kebanyakan pria yang menyukainya adalah pria yang berpangkat dan
kaya, tapi Habibie sama sekali tidak minder. Dengan santainya ia datang ke
rumah Ainun dengan menggunakan becak sedangkan para “pesaingnya” itu kebanyakan
bermobil.
Hebatnya, Ainun sendiri tidak silau dengan itu semua, ia lebih
memilih Habibie dan hidup bersama dengannya. Setelah menikah, mereka pergi ke
Jerman. Disana Habibie menyelesaikan studi S3-nya dan berharap bisa kembali ke
Indonesia untuk bisa membuat sebuah pesawat anak bangsa seperti janji yang pernah
diucapkan olehnya ketika sakit.
“Dinegeri orang dipuji, dinegeri sendiri dicaci”. Mungkin itu
kalimat tepat yang menggambarkan kondisi Habibie saat itu. Habibie yang
dihormati di Jerman, ternyata tidak dihormati dinegerinya sendiri. Mimpi
Habibie untuk bisa membangun tanah air tempat ia dilahirkan, mengalami
hambatan. Dengan terpaksa ia menerima semua itu dengan lapang dada dan bekerja
di Industri Kereta Api di Jerman.
Sampai akhirnya, Habibie memiliki kesempatan untuk bisa mewujudkan
mimpinya. Ia di beri kesempatan untuk membuat pesawat terbang dinegerinya
sendiri. Setelah menjadi wakil dirut IPTN, kemudian ia diangkat menjadi
menteri, kemudian menjadi wakil presiden dan akhirnya menjadi presiden
menggantikan Soeharto yang lengser dari jabatannya.
Setiap kesuksesan pasti ada pengorbanan. Kesuksesan Habibie yang
ingin mengabdikan diri pada negara, berdampak pada keluarganya. Ia tak lagi
sempat menghabiskan waktu dengan keluarganya, bahkan untuk dirinya sendiri pun
tidak. Tidur pun hanya 1 jam setiap harinya.
Ketika Habibie tak mencalonkan diri sebagai presiden di pemilu
berikutnya, ia pun kembali ke Jerman bersama dengan Ainun. Disana mereka hidup
lebih tenang dan damai. Tapi ketenangan dan kedamaian itu tak bertahan lama.
Ainun yang divonis menderita kanker ovarium stadium 4, memaksanya harus dirawat
di rumah sakit dan menjalankan operasi berkali-kali. Selama sakit, Habibie
dengan setia merawat Ainun dan menjaganya sampai Ainun menutup mata untuk
selama-lamanya.
Kurang lebih itulah sedikit ulasan mengenai film Habibie & Ainun.
Film yang membuat presiden Susilo Bambang Yudhoyono menitikkan air mata ini,
memang sukses pula membuatkan tak berhenti menangis walaupun film sudah
berakhir.
Ada banyak sekali adegan yang membuatku terharu, diantaranya
adalah ketika Habibie sama sekali tidak memiliki uang untuk pulang kerumahnya,
dan harus berjalan ditengah badai salju dengan sepatu yang bolong sampai harus
ditambal dengan kertas agar ia bisa berjalan kembali. Ainun yang melihat kaki
Habibie yang terluka ketika sampai rumah, tak tega dan meminta Habibie untuk
memulangkannya ke Indonesia agar bisa membantu biaya Habibie selama di Jerman.
Selain itu ada adegan dimana ketika Ainun yang sedang sakit parah
tapi sempat menuliskan daftar obat yang harus diminum oleh Habibie, karena
selama ini dialah yang menyiapkan obat untuknya. Dan masih banyak adegan-adegan
haru yang lainnya yang terlalu panjang jika ditulis disini.
Ternyata setelah 2 minggu ditinggalkan Ibu Ainun, suatu hari ia
memakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir memanggil.
“Ainun..Ainun…”, ia mencari Ibu Ainun disetiap sudut rumah.
Para dokter yang melihat perkembangannya sepeninggalan Ibu Ainun,
berpendapat. “Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini, kita para
dokter harus tolong Habibie”.
Lalu berkumpullan dokter dari Jerman dan Indonesia, dan memberi
Habibie 3 pilihan :
1.
Opsi pertama, Ia harus dirawat dirumah sakit, diberi obat khusus sampai ia
dapat mandiri meneruskan hidupnya. Artinya Habibie gila dan harus dirawat di
rumah sakit.
2.
Opsi kedua, Para dokter akan mengunjunginya dirumah dan harus berkonsultasi
terus menerus dengan mereka dan ia harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja,
artinya ia sudah gila dan harus diawasi terus menerus.
3.
Opsi ketiga, Ia disuruh menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah ia
bercerita dengan Ainun, seolah Ainun masih hidup.
Dan Habibie memilih opsi ketiga.
Ketika aku membaca artikel itu ditambah dengan menonton film yang
diangkat dari novel dengan judul yang sama. Rasa kagum dan haru langsung muncul
dibenakku. Kagum dan haru atas ketulusan cinta yang diperlihatkan Pak Habibie
kepada Ibu Ainun.
Ibu Ainun sendiri juga merupakan perempuan hebat. Dia menepati
janjinya untuk selalu mendampingi Pak Habibie sampai akhir hidupnya, dikala
susah maupun senang. Bahkan didetik-detik terakhir menjelang kepergiannya, ia
tetap memikirkan Pak Habibie.
Overall, film ini memang layak dan very recommended untuk ditonton. Ada banyak pesan dan pelajaran yang
dapat kita ambil. Nah, daripada kalian penasaran mending kalian cepat-cepat
pergi ke bioskop dan segera menonton film yang baru saja diluncurkan pada bulan
Desember lalu. Engga akan rugi deh!!
“Saya tidak bisa, saya tidak bisa berjanji
akan menjadi istri yang sempuran untukmu. tapi saya akan selalu mendampingimu,
saya janji itu”. Ainun
“Setiap ujung terowongan
pasti ada cahaya, dan saya janji akan membawamu ke cahaya itu”. Habibie
“Mana
bisa kamu memimpin 200 juta rakyat Indonesia, jika memimpin tubuhmu sendiri
saja tidak bisa!” Ainun
Oleh :
Faisal Ahmad Fani - Universitas Airlangga
Oleh :
Faisal Ahmad Fani - Universitas Airlangga
No comments:
Post a Comment