Terpopuler Hari Ini

Friday, 8 February 2013

Resensi Film Habibie & Ainun



Film yang dibintangi Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari  itu menceritakan mengenai perjalanan hidup Pak Habibie dan juga kisah cintanya dengan Ibu Ainun.
Setting awal dimulai ketika Habibie dan Ainun masih remaja, mereka memang bersekolah ditempat yang sama dan gurunya kala itu sempat bergurau dengan mengatakan kalau sebernarnya mereka berjodoh tapi Habibie menyangkalnya, ia malah mengatakan kalau Ainun itu hitam, jelek, gendut, seperti gula jawa.
Tahun demi tahun pun berlalu, Habibie yang berkuliah di Jerman terpaksa harus pulang ke Indonesia karena penyakit Tubercolosis yang dideritanya. Tapi dari situlah cerita cinta Habibie&Ainun berlanjut. Habibie akhirnya dipertemukan kembali dengan Ainun lewat kue yang harus diantarkannya ke rumah Ainun.
Ainun yang telah berubah menjadi gadis muda nan cantik pun, membuat Habibie jatuh hati. Karena kecantikannya banyak pria yang menaruh hati padanya. Dan kebanyakan pria yang menyukainya adalah pria yang berpangkat dan kaya, tapi Habibie sama sekali tidak minder. Dengan santainya ia datang ke rumah Ainun dengan menggunakan becak sedangkan para “pesaingnya” itu kebanyakan bermobil.
Hebatnya, Ainun sendiri tidak silau dengan itu semua, ia lebih memilih Habibie dan hidup bersama dengannya. Setelah menikah, mereka pergi ke Jerman. Disana Habibie menyelesaikan studi S3-nya dan berharap bisa kembali ke Indonesia untuk bisa membuat sebuah pesawat anak bangsa seperti janji yang pernah diucapkan olehnya ketika sakit.
“Dinegeri orang dipuji, dinegeri sendiri dicaci”. Mungkin itu kalimat tepat yang menggambarkan kondisi Habibie saat itu. Habibie yang dihormati di Jerman, ternyata tidak dihormati dinegerinya sendiri. Mimpi Habibie untuk bisa membangun tanah air tempat ia dilahirkan, mengalami hambatan. Dengan terpaksa ia menerima semua itu dengan lapang dada dan bekerja di Industri Kereta Api di Jerman.
Sampai akhirnya, Habibie memiliki kesempatan untuk bisa mewujudkan mimpinya. Ia di beri kesempatan untuk membuat pesawat terbang dinegerinya sendiri. Setelah menjadi wakil dirut IPTN, kemudian ia diangkat menjadi menteri, kemudian menjadi wakil presiden dan akhirnya menjadi presiden menggantikan Soeharto yang lengser dari jabatannya.
Setiap kesuksesan pasti ada pengorbanan. Kesuksesan Habibie yang ingin mengabdikan diri pada negara, berdampak pada keluarganya. Ia tak lagi sempat menghabiskan waktu dengan keluarganya, bahkan untuk dirinya sendiri pun tidak. Tidur pun hanya 1 jam setiap harinya.
Ketika Habibie tak mencalonkan diri sebagai presiden di pemilu berikutnya, ia pun kembali ke Jerman bersama dengan Ainun. Disana mereka hidup lebih tenang dan damai. Tapi ketenangan dan kedamaian itu tak bertahan lama. Ainun yang divonis menderita kanker ovarium stadium 4, memaksanya harus dirawat di rumah sakit dan menjalankan operasi berkali-kali. Selama sakit, Habibie dengan setia merawat Ainun dan menjaganya sampai Ainun menutup mata untuk selama-lamanya.
Kurang lebih itulah sedikit ulasan mengenai film Habibie & Ainun. Film yang membuat presiden Susilo Bambang Yudhoyono menitikkan air mata ini, memang sukses pula membuatkan tak berhenti menangis walaupun film sudah berakhir.
Ada banyak sekali adegan yang membuatku terharu, diantaranya adalah ketika Habibie sama sekali tidak memiliki uang untuk pulang kerumahnya, dan harus berjalan ditengah badai salju dengan sepatu yang bolong sampai harus ditambal dengan kertas agar ia bisa berjalan kembali. Ainun yang melihat kaki Habibie yang terluka ketika sampai rumah, tak tega dan meminta Habibie untuk memulangkannya ke Indonesia agar bisa membantu biaya Habibie selama di Jerman.
Selain itu ada adegan dimana ketika Ainun yang sedang sakit parah tapi sempat menuliskan daftar obat yang harus diminum oleh Habibie, karena selama ini dialah yang menyiapkan obat untuknya. Dan masih banyak adegan-adegan haru yang lainnya yang terlalu panjang jika ditulis disini.
Ternyata setelah 2 minggu ditinggalkan Ibu Ainun, suatu hari ia memakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir memanggil. “Ainun..Ainun…”, ia mencari Ibu Ainun disetiap sudut rumah.
Para dokter yang melihat perkembangannya sepeninggalan Ibu Ainun, berpendapat. “Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini, kita para dokter harus tolong Habibie”.
Lalu berkumpullan dokter dari Jerman dan Indonesia, dan memberi Habibie 3 pilihan :
1. Opsi pertama, Ia harus dirawat dirumah sakit, diberi obat khusus sampai ia dapat mandiri meneruskan hidupnya. Artinya Habibie gila dan harus dirawat di rumah sakit.
2. Opsi kedua, Para dokter akan mengunjunginya dirumah dan harus berkonsultasi terus menerus dengan mereka dan ia harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya ia sudah gila dan harus diawasi terus menerus.
3. Opsi ketiga, Ia disuruh menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah ia bercerita dengan Ainun, seolah Ainun masih hidup.
Dan Habibie memilih opsi ketiga.
Ketika aku membaca artikel itu ditambah dengan menonton film yang diangkat dari novel dengan judul yang sama. Rasa kagum dan haru langsung muncul dibenakku. Kagum dan haru atas ketulusan cinta yang diperlihatkan Pak Habibie kepada Ibu Ainun.
Ibu Ainun sendiri juga merupakan perempuan hebat. Dia menepati janjinya untuk selalu mendampingi Pak Habibie sampai akhir hidupnya, dikala susah maupun senang. Bahkan didetik-detik terakhir menjelang kepergiannya, ia tetap memikirkan Pak Habibie.
Overall, film ini memang layak dan very recommended untuk ditonton. Ada banyak pesan dan pelajaran yang dapat kita ambil. Nah, daripada kalian penasaran mending kalian cepat-cepat pergi ke bioskop dan segera menonton film yang baru saja diluncurkan pada bulan Desember lalu. Engga akan rugi deh!!
“Saya tidak bisa, saya tidak bisa berjanji akan menjadi istri yang sempuran untukmu. tapi saya akan selalu mendampingimu, saya janji itu”. Ainun
“Setiap ujung terowongan pasti ada cahaya, dan saya janji akan membawamu ke cahaya itu”. Habibie 
“Mana bisa kamu memimpin 200 juta rakyat Indonesia, jika memimpin tubuhmu sendiri saja tidak bisa!” Ainun



Oleh :
Faisal Ahmad Fani - Universitas Airlangga

No comments:

Post a Comment